SUKABUMIUPDATE.com - Psikolog dari Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Kota Sukabumi Joko Kristiyanto menyatakan salah satu tanda bagi orang yang sedang mengalami masalah psikologis yaitu sensitif atau mudah bawa perasaan (baperan).
Tanda-tandanya, kata Joko, mudah sekali marah-marah terhadap sesuatu yang bukan hal besar.
BACA JUGA: Siswa SMA di Cikembar Korban Pencabulan Dapat Pendampingan Psikologis
"Sisi emosionalnya mudah tersentuh, sensitif gitu. Bisa tiba-tiba ingin menangis, cepet bete, enggak mood. Mudah kecewa, sensitif, mudah tersinggung, kegelisahan, kecemasan yang luar biasa, tidur pun sulit, itulah yang mungkin sering dialami orang-orang, masih masuk taraf masalah psikologis," ucap Joko kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (7/8/2019).
Apakah masalah psikologis ini dapat memicu bunuh diri, Joko menegaskan, untuk kasus gantung diri atau sampai mengarah sampai ke bunuh diri, itu adalah akumulatif dari beberapa permasalahan hidup yang tidak dapat diselesaikan dan mengalami gangguan jiwa.
"Kalau sampai bunuh diri, atau melukai dirinya sendiri itu rata-rata mengalami gangguan jiwa," ujar Joko.
Joko menjelaskan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani masalah psikologis. Salah satunya dengan relaksasi yang dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti berteriak atau memukul air. Hal itu dilakukan untuk meluapkan perasaan.
BACA JUGA: Bocah Cikole Tewas Tertusuk Pisau, Rekan Korban Trauma Butuh Pendampingan Psikologis
Hal lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis yaitu mencurahkan isi hati kepada orang terdekat.
"Bisa juga dengan curhat, dan teman curhat yang paling utama adalah orang tua, karena tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya, baiknya orang tua biologis. Orang tua pun harus punya kemampuan untuk memberikan kenyamanan kepada anggota keluarga," jelas Joko.
BACA JUGA: Orang Tua Siswa Tuntut Pemulihan Psikologis kepada Pihak SDN I Pamuruyan Sukabumi
Selain orang tua, tempat berkonsultasi bisa kepada tokoh agama. Kalau pun masalah psikologis ini dialami siswa, lebih baik siswa berkonsultasi kepada guru terutama guru Bimbingan Konseling (BK).
"Jangan sampai anak-anak itu punya mindset atau stigma yang berhadapan dengan guru BK itu orang yang bermasalah. Jangan ada pengecilan arti bahwa orang yang masuk ruang BK itu negatif," pungkas Joko.