SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Tentang Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Barat 2020. SK Gubernur Nomor: 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tersebut terbit setelah Surat Edaran (SE) Gubernur tentang pelaksanaan upah minimum Kabupaten/kota 2020 diprotes buruh. Dengan terbitnya SK tersebut, maka SE Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/75/Yanbansos tidak berlaku dan dicabut.
Namun, DPC Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi merasa ada yang tak sesuai dalam SK Gubernur Nomor: 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 itu.
BACA JUGA: GSBI Sukabumi Nilai Surat Edaran Gubernur UMK 2020 Tak Beri Kepastian Soal Upah
"Kita bersyukur gubernur merubah dari SE ke SK. Dengan demikian Gubernur Jabar sudah menetapkan soal besaran UMK Kabupaten/Kota untuk tahun 2020 di Jawa Barat. Hanya saja kami menyayangkan dalam isi SK tersebut khususnya pada Diktum ketujuh kami menilai bahwa Gubernur Jawa Barat telah mengesampingkan Permenaker RI Nomor 231 tentang tatacara penangguhan pelaksanaan upah minimum," ujar Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi Dadeng Nazarudin kepada sukabumiupdate.com, Minggu (1/12/2019).
Menurut Dadeng, Diktum ketujuh khususnya poin D di SK Nomor: 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 itu sebagai berikut: dalam hal pengusaha termasuk industri padat karya tidak mampu membayar Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2020 sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA, Pengusaha dapat melakukan perundingan Bipartit bersama pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/Buruh di tingkat Perusahaan dalam menentukan besar upah, dengan persetujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Daerah Provinsi jawa Barat.
BACA JUGA: Akhirnya Ridwan Kamil Ganti Edaran dengan Keputusan, Tetapkan UMK Jabar
"Tidak sesederhana yang disyaratkan oleh Gubernur. (Dalam SK) Gubernur hanya mensyaratkan pihak pengusaha melakukan Bipartit dengan pihak pekerja atau serikat pekerja, udah ada kesepakatan itu disampaikan ke Disnaker. Kalau di Permenaker 231, selain ada kesepakatan juga harus ada audit akuntan publik yang menyatakan perusahaan memang tidak mampu, auditnya 2 tahun ke belakang," jelas Dadeng.
"Dan hasilnya nanti kalau memang memenuhi syarat di SK kan oleh gubernur. Kalau dalam SK Gubernur itu kan tidak melalui proses peng SK an," jelasnya.
BACA JUGA: DPRD Kabupaten Sukabumi Minta Gubernur Ganti SE UMK dengan SK
Dalam hal ini DPC GSBI Kabupaten Sukabumi mengingatkan Gubernur Jawa Barat jangan sampai salah lagi. Menurut Dadeng, Kemarin yang semestinya penetapan UMK harus di SK ini malah menjadi SE.
"Nah sekarang sudah mengikuti, dirubah SE jadi SK. Tapi didalamnya ada poin-poin yang tidak sesuai dengan aturan. Diantaranya di Diktum ketujuh khususnya poin D yang memudahkan prasyarat penangguhan upah," jelasnya.
BACA JUGA: UMK 2020 di Jabar Pakai SE Gubernur, RLI Sukabumi: Jadi Celah Pengusaha
Maka dari itu, DPC GSBI akan menempuh jalur PTUN. Saat ini GSBI sedang konsolidasi dengan tim advokasi GSBI untuk melakukan gugatan kepada PTUN. "PTUNnya bukan persoalan SKnya tapi persoalan isi dari SK. Ini kita hanya meluruskan saja gubernur jangan salah lagi," jelasnya.