SUKABUMIUPDATE.com - Longsor di tebing sungai Cipelang Gede, Kampung Warung Kalapa, RT 01/01, Kelurahan Lembursitu, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi pada hari Selasa (30/4/2019) mengancam tiga rumah salah satunya milik Ahmad (65 Tahun).
BACA JUGA: Longsor di Lembursitu Sukabumi, Nyaris Renggut Nyawa Satu Keluarga
Ahmad kebingungan, kini dengan terpaksa dirinya harus ikut tinggal bersama tetangganya karena aparat pemerintah melarangnya untuk kembali menempati rumahnya karena memiliki potensi adanya longsor susulan yang mengancam rumahnya tersebut.
"Terpaksa saya tinggal di tetangga dulu bawa istri dan anak saya di rumah tetangga," ungkapnya kepada sukabumiupdate.com, Rabu (1/5/2019).
BACA JUGA: Dua Rumah Nyaris Jatuh Akibat Longsor Di Lembursitu Sukabumi
Bukan maksud dirinya keras kepala, bersikeras bertahan di tebing sungai tersebut. Namun menurutnya masih ada solusi terbaik selain harus pindah ke lain tempat dikarenakan risikonya jika pindah pasti membutuhkan biaya tak sedikit.
"Pengennya, ini bawahnya sebenarnya bisa dibangun lagi, dicor pake beton. Soalnya kemarin kata tentara yang ke sini juga sebenarnya bisa dibangun lagi," ujarnya.
Tebing sungai Cipelang Gede, Kampung Warung Kalapa, RT 01/01 Nomor 11, Kelurahan Lembursitu, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. | Sumber Foto: Muhammad Gumilang
Timbul pertanyaan, sudah tahu bahwa dirinya ini tinggal di sebuah tempat yang memiliki potensi rawan bencana longsor. Ahmad menjelaskan alasan dia mengapa menginginkan tetap bertahan di tempat tersebut.
Ahmad mengaku, sudah lahir dan besar di tempat tersebut, bahkan rumah yang ia tinggali sekarang merupakan rumah bekas penginggalan kedua orang tua nya. "Orang sekarang enggak tahu aja dulu tempat ini kayak gimana dulunya," kata Ahmad.
Dulu sebelum kondisi nya seperti ini, ada sebuah tanah yang luasnya sekitar 20 meter persegi tepat di depan rumahnya tersebut. Namun, pada tahun 90an, kala itu ia menuturkan ada petugas dari Dinas PU yang berniat melakukan rekonstruksi dengan mengganti tanah menjadi bronjong (Sebuah konstruksi dasar untuk sebuah bangunan atau tanggul di area tepi sungai, red) dengan alasan untuk menahan agar tidak terjadi longsor dan lebih pantas dilihat.
"Dulu kan itu awalnya tanah alami dan kebun. Saya masih ingat di sana ada pohon mangga, pohon kelapa, pohon nangka dan pohon-pohon gede lainnya. Itu mereka tuar (tebang, red). Padahal kan itu tanah dan pepohonan secara alami menahan lebih kuat konstruksi rumah di atasnya, dibandingkan pakai bronjong yang hanya dari anyaman kawat baja saja," terangnya.
BACA JUGA: Kesaksian Warga Saat Longsor Timbun Rumah di Kabandungan Sukabumi
Saat itu, Ahmad sempat cekcok dengan petugas dari Dinas PU kala itu. Sudah ia peringatkan bahwa dikemudian hari terjadi longsor karena konstruksi bronjong tersebut lemah, dirinya akan meminta ganti rugi kepada mereka. Saat itu Dinas PU dengan tenang menjamin hal tersebut tak akan terjadi.
"Enggak lama tiga minggu langsung hancur itu bronjongnya. Mereka bangun lagi dan lagi sampai akhirnya tanah semakin tergerus dan jadilah seperti ini. Nampak rumah saya seperti diujung tebing, padahal dulu mah enggak. Kenapa keluarga saya berani bangun rumah di sini juga karena dulu mah aman ada tanah di depan rumah saya. Ini sama mereka (Dinas PU, red) malah dirusak dan diganti sama bronjong," imbuhnya nampak kesal.
BACA JUGA: Ruas Jalan Sukabumi-Bogor Diterjang Longsor, Warga Tuding Akibat Proyek
Alhasil, tanah seluas 20 meter persegi yang dulunya ada kini sudah tiada. Karenanya rumah Ahmad nampak seperti berada tepat di ujung tebing. Ia menyayangkan tak ada sikap dan tanggung jawab dari pemerintah ketika tanah tersebut semakin lama semakin tergerus sehingga bahkan sampai terjadi sebuah longsor hebat pada Selasa (30/4/2019) lalu yang hampir merenggut seluruh anggota keluarganya.
"Kalau sudah begini saya bingung mau minta tanggung jawab ke siapa. Kan seolah-olah saya yang salah tinggal di sini, padahal dulunya mah enggak kayak gini. Maaf yah, bukan maksud menyalahkan pemerintah, tapi kenyataannya begitu dan saya tahu kejadiannya seperti apa karena saya emang warga asli sini," kata Ahmad.
BACA JUGA: Longsor Sempat Tutup Jalan Provinsi Ruas Cikembar-Jampang Tengah Sukabumi
Ahmad sendiri berpuluh-puluh tahun merasa sudah nyaman tinggal di rumahnya tersebut. Ia lahir dan besar di situ, ia bersama istri dan anaknya juga setiap hari tinggal di situ, tak ada ketakutan dan kekhawatiran semenjak kejadian diubahnya konstruksi tanah menjadi bronjong oleh pemerintah. Ahmad mulai dihantui terror tanah yang semakin terkikis dan longsor yang mengancam rumahnya tersebut.
"Kalau kemarin memang sudah waktunya saya dan keluarga meninggal dunia, ya pasrah kepada Allah. Mungkin sudah waktunya, tapi ternyata Allah masih kasih saya dan keluarga kesempatan hidup sudah Alhamdulillah. Kedepannya, semoga rencana mau dilakukan pembangunan lagi di bibir tebing ini bisa terealisasi," tutup Ahmad.