SUKABUMIUPDATE.com - DPRD Kabupaten Sukabumi merespon soal dugaan jual beli Tanah Negara (TN) seluas 30 hektar di Blok Rawabolang, Kampung Bungur, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi Andri Hidayana mengatakan akan memastikan terlebih dahulu, kebenarannya. Dalam hal ini DPRD Kabupaten Sukabumi mencari fakta dugaan jual beli tanah negara itu.
BACA JUGA: Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi Disoal, Petani Sebut Ada yang Perjualbelikan
"Sebagai anggota DPRD, kami akan memastikan terlebih dahulu, jadi harus ada informasi yang berimbang dari semua pihak," jelas Andri Hidayana, kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (1/8/2020).
Kalau memang ada praktek jual beli tanah negara dan ada fakta dilapangan, DPRD mendorong pihak penegak hukum untuk menyelidiki dan mengusut tuntas.
BACA JUGA: Dugaan Jual Beli Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi, SPI: Tangkap Oknumnya!
"Kalau memang dilapangan adanya jual beli tanah negara tentunya hal ini jangan dibiarkan, harus diselidiki dan diusut semua yang bermain didalamnya," tegasnya.
Kalaupun ada investor menginginkan adanya kerjasama, itu harus melalui tahapan tahapan. "Sebenarnya sah sah saja, kalau ada investor untuk melakukan sebuah kerjasama usaha, namun investornya harus jelas, dan tidak ada praktek pelepasan garapan, apalagi membayar garapan tanah negara," terangnya.
BACA JUGA: Camat dan GRASI Adu Argumen Soal Tanah Negara di Nyalindung Sukabumi
Investor dalam hal ini harus jelas kemudian baik secara perencanaan lalu setiap usaha harus terdaftar di pemerintah dan menempuh izin. "Dalam waktu dekat kami segera turun ke lapangan, akan diagendakan pada minggu awal Agustus," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi Rozak Daud menyatakan, tanah negara seluas 30 hektare Blok Rawabalong tersebut adalah lahan yang diklaim oleh PT Bumiloka Swakarya sejak perpanjangan HGU pada tahun 1992.
BACA JUGA: Palsukan Dokumen Tanah Negara, Kades Mekarsari Sagaranten Divonis Tujuh Bulan Penjara
"Setelah ditelusuri dan SPI mendapatkan data bahwa tanah tersebut adalah berstatus tanah negara. Sehingga pada tahun 2016 saat habis HGU, SPI memperjuangkan lahan tersebut agar dikeluarkan dari HGU," kata Rozak kepada sukabumiupdate.com, Minggu (26/7/2020).
"Desakan SPI didorong oleh Komisi I DPRD pada saat itu. Sudah sepakat dengan pihak perusahaan untuk tidak mengklaim lagi dan diusulkan untuk didistribusikan kepada petani penggarap," jelas Rozak.
Petani penggarap tanah negara tersebut menyebut lahan dijual oleh pihak Pemdes Bojongjengkol kepada salah satu pengusaha, untuk penanaman lada yang berasal dari program pemerintah.