SUKABUMIUPDATE.com - Seni tradisional Kuda Lumping, merupakan seni budaya yang berasal dari Jawa Tengah, dan kemudian tumbuh berkembang di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.
Tradisi itu kemudian dilestarikan sanggar budaya Lingkung Seni Kuda Lumping Fajar Muda. Alamatnya di Kampung Waluran RT 08/02 Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.
BACA JUGA: Hikayat Sidat Raksasa Dibalik Nama Leuwi Kokok Cibitung Sukabumi
Ketua sanggar seni kuda lumping Fajar Muda, Lamijan (60 tahun) menjelaskan, awal keberadaan seni kuda lumping dibawa oleh penduduk Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen pada zaman penjajahan Belanda.
"Mereka akan dibawa ke Pulau Borneo atau Kalimantan untuk dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit. Ternyata mereka dibawa ke perkebunan yang berada di Desa Ujunggenteng dan Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, dengan kapal laut dan bersandar di Bagalbatre Pantai Ujunggenteng," ungkap Lamijan kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (28/9/2019).
BACA JUGA: Hikayat Leuwi Roke, Sumber Air Bertuah dari Pajampangan Sukabumi
Lamijan mengulas, sanggar seni kuda lumping berdiri sejak tahun 1971 bernama Fajar. Sekitar tahun 1975 berganti nama menjadi Fajar Muda. Seni tradisional kuda lumping terdiri dari empat pentasan tarian, diataranya Tari Baladewa, Tari Kuda Lumping, Tari Bendrong, Tari Cepet dan Kesurupan.
"Sebelum tampil yang harus disediakan sesajen berupa kembang kenanga, soka, mawar merah, mawar putih, minyak duyung, kemenyan, air kelapa, padi, pisang raja bulu, pisang ambon, teh manis, teh pahit, kopi manis, kopi pahit, air bening, daun dadap, telur ayam kampung dan kinangan daun sirih," beber Lamijan.
Penampilan seni tradisional Kuda Lumping Fajar Muda di Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. | Sumber Foto: Ragil Gilang
Untuk sesi kesurupan, para pawang akan memanggil indang (karuhun), melalui media bakar kemenyan, dan air daun dadap disemburkan. Indang atau karuhun yang datang dari Gunung Condong Jawa Tengah. Indang yang dipanggil merupakan para pendiri seni tradisional kuda lumping.
BACA JUGA: Curug Dogdog Ciemas, Sukabumi dan Mitos Larangan Mandi Bagi Pengantin Baru
"Saat penari kesurupan, mereka dalam keadaan tidak sadar, namun tidak lepas dari pengawasan para pawang. Kondisi tersebut bisa berlangsung antara dua hingga tiga jam, dengan berbagai perilaku dan kesenangan indang, seperti kesenangan makanan dan tarian," tuturnya.
"Penari yang kesurupan tidak akan membahayakan penonton. Ada mitos di kalangan masyarakat kalau nonton kuda lumping jangan pakai baju merah, bisa kesurupan. Mitos tersebut bohong. Penonton tidak akan ikut kesurupan, kecuali kalau ada penonton yang merupakan penari kuda lumping, itu bisa terpengaruhi," pungkasnya.