SUKABUMIUPDATE.com - Eksistensi bank emok dan rentenir di Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi, memunculkan tanya soal sejauh apa peran Unit Pelaksanaan Kegiatan (UPK) Bojonggenteng mengatasi permasalahan perekonomian warga.
Ketua Umum, Komunitas Sosial dan Budaya Iderbuana, Muhammad Didin Sehapudin mengatakan, seharusnya pemerintah lebih bisa menangani permasalahan perekonomian di masyarakat. Ia menilai keberadaan UPK hingga saat ini belum berjalan begitu optimal.
BACA JUGA: Bank Emok Vs DBM? Kades Bojonggenteng Sukabumi Ungkap Alasan Warga Pilih Rentenir
"Saya baru mengetahui tadi, bahwa UPK saat ini sedang berada dalam kerugian mencapai Rp 1,8 miliar. Kok bisa sebesar itu?," ujar Didin.
Didin menjelaskan, bank Emok mulai eksis di tengah masyarakat terhitung sejak tahun 2014 lalu. Mulai sejak itu UPK terbanting dengan adanya bank tersebut.
BACA JUGA: Camat Kesulitan Deteksi Keluar Masuk Bank Emok di Bojonggenteng Sukabumi
"Kenapa bank emok ini sukses merebut perhatian di masyarakat? kok UPK yang anggarannya dari pemerintah begitu besar bisa dikalahkan," ungkapnya.
Didin menilai, UPK saat ini telah dimanfaatkan oknum. Dan hanya sebagian kecil masyarakat saja yang memanfaatkan atau menjadi anggota UPK ini.
BACA JUGA: Pilih Bank Emok, Warga Bojonggenteng Sukabumi Tunggak Iuran SPP Hingga Rp 1,8 Miliar
"Menurut saya pribadi ini jadikan ajang manfaat oleh para aparatur pemerintah desa, dan masyarakat tidak meminjam ke UPK," tukasnya.
Sementara itu, Ketua UPK Bojonggenteng, Asep Saepulloh mengatakan, Simpan Pinjaman Perempuan (SPP) telah diberikan kepada seluruh masyarakan Bojonggenteng yang membutuhkan. Namun dalam proses, SPP tersebut tidak serta merta diberikan karena perlu menempuh tahapan-tahapan tertentu.
BACA JUGA: Hutang Rp 400 ribu, Rumah Warga Bojonggenteng Sukabumi Disegel Bank Emok
"Kita sudah memberikan untuk menambah permodalan usaha sesuai dengan Ruh pemberdayaan. Namun ada tahapan dan prosedurnya, seperti proposal pengajuan melalui kepala desa dan verifikasi oleh tim verifikasi dan dimusyawarah oleh pendanaan. Setelah dinyatakan layak baru kita berikan perguliran," terangnya.
Asep menegaskan, perlu diketahui bahwa kelompok yang dilayani UPK saat ini merupakan kelompok yang sudah berjalan. Akibat kerugian yang dialami UPK, kelompok baru belum bisa terlayani lantaran keuangan sudah tidak memadai dan sejak tahun 2014 bantuan telah dihentikan. Adapun kerugian hingga Rp1,8 miliar disebabkan kelompok yang macet dalam membayar iuran.
"Kami hanya menggulirkan uang yang ada. Jadi banyak yang mecet di masyarakat dan menghambat jalanya perguliran kepad masyarakat," tandasnya.