SUKABUMIUPDATE.com - Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Sukabumi memperingati Hari Buruh Internasional dengan membagikan masker dan Takjil, Jumat (1/5/2020). Selain itu mereka menyuarakan penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Onimbus Law dan beberapa tuntutan lainnya.
BACA JUGA: May Day 2020, Sarbumusi Kota Sukabumi Desak Pemerintah Perhatikan Nasib Buruh
"Kita mendesak, kita menolak RUU Onimbus law, stop PHK akibat Covid-19 dan pemerintah harus turun tangan. Dan kita menolak adanya "no work no pay" karena itu tidak ada dasar hukumnya dan tidak berprikemanusiaan terhadap buruh. Dan bayarlah THR karena THR itu harapan satu-satunya para buruh," ujar Ketua DPC GBSI Sukabumi, Dadeng Nazaruddin kepada sukabumiupdate.com, usai kegiatan.
DPC GBSI Sukabumi memperingati Hari Buruh Internasional dengan membagikan masker dan takjil, Jumat (1/5/2020). | Sumber Foto: Syahrul Himawan
Lebih lanjut, Dadeng menilai prinsip RUU Onimbus Law terlalu pro terhadap pengusaha. Sehingga demi kelangsungan dan kesejahteraan buruh, ia meminta pemerintah berhenti menciptakan RUU tersebut. "Kami menuntut pada pemerintah untuk berhenti menciptakan UUD yang pro terhadap pengusaha," terangnya
BACA JUGA: PT GSI Cikembar Sukabumi Akui Tak Luluskan 200 Karyawan Training
Sedangkan, lanjut Dadeng, kondisi buruh semakin parah ketika perusahaan menerapkan sistem "no work no pay" otomatis berpengaruh terhadap penghasilan buruh sehingga menurun. Lebih parahnya lagi hingga memberhentikan buruhnya dengan asal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Para buruh mengalami penurunan pendapatan. Karena pihak perusahaan sudah meliburkan secara bergiliran, dan mayoritas perusahaan melakukan sistem no work no pay. Bahkan sekarang banyak perusahaan mem-PHK buruhnya dengan asalan PSBB ini. Jadi para buruh dipaksa untuk menundukkan diri dengan perusahaan memberikan kompensasi," ucapnya
BACA JUGA: Video Buruh Sukabumi Diberhentikan, SPN Sebut Kado Pahit Hari Buruh Sedunia
Dalam hal ini, Dadeng menilai, seharusnya pemerintah berperan reaktif menangani dampak Covid-19 yang dialami buruh. Dadeng mengatakan, sejauh ini pemerintah sangat lamban menangani hal tersebut. Padahal ini seharusnya sudah diukur pemerintah akan berdampak pada industrialisasi dan buruhnya sendiri.
"Saya kira tidak ada upaya yang sangat baik atau reaktif dari pemerintah terkait dampak pada buruh ini. Pemerintah sangat lamban dan sangat pasif mereka sangat terlambat mendapatkan informasi. Padahal hal ini harus terukur bagi pemerintah bahwa Covid-19 ini akan berdampak pada industrialisasi dan buruhnya sendiri," katanya
BACA JUGA: Pekerja Outsourcing PT Longvin Parungkuda Sukabumi Resah, GSBI: Terancam Tak Dapat THR
Dadeng memaparkan, saat ini jumlah buruh yang sudah tercatat lebih dari 100.000 buruh yang di-PHK perusahaan. Dari jumlah tersebut mayoritas buruh yang berkerja di perusahaan padat karya.
"Sebenarnya ini rentetan panjang dari upaya kita memperjuangkan. Dalam kesempatan ini di hari buruh ini kita berharap semoga Covid-19 ini segera hilang dan ekonomi stabil kembali," tandasnya.