SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah memberi kelonggaran kepada pengusaha dengan memperbolehkan pembayaran tunjangan hari raya (THR) secara dicicil terhadap pekerjanya.
Dikutip dari Tempo.co, keringanan itu diberikan melihat wabah corona yang mengakibatkan lesunya dunia usaha. Hal itu disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 2 April 2020 lalu.
BACA JUGA: Konsekuensi PSBB Buat Buruh, SPSI Sukabumi: Jangan jadi Ajang PHK Diam-diam!
Dia menyebutkan dari hasil diskusi dengan pengusaha dan pekerja tersebut, diputuskan bahwa pengusaha tetap diwajibkan membayar secara penuh THR kepada karyawanya. Namun, pemerintah memberikan kelonggaran dalam hal proses penunaian kewajiban pengusaha itu.
“Pembayaran THR akan dilakukan menggunakan mekanisme dialog antara pengusaha dan buruh atau pekerja di tiap perusahaan. Misalnya, apabila THR tidak bisa dibayarkan sekaligus maka pengusaha bisa membayarnya secara bertahap dalam jangka waktu tertentu yang disepakati,” lanjutnya.
BACA JUGA: Menaker Beri Keringanan, Pengusaha Bisa Cicil Pembayaran THR
Menanggapi hal tersebut, Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi Mochamad Popon menilai, pernyataan Menaker RI yang menyatakan THR bisa dicicil benar-benar menyesatkan.
"Dan akan membuka peluang bagi perusahaan yang posisi tawar serikat pekerja atau serikat buruhnya kurang, untuk tidak membayar THR secara penuh. Di lapangan bisa saha dimanfaatkan untuk tidak melaksanakan kewajiban membayar THR dengan alasan wabah Covid-19," kata Popon kepada sukabumiupdate.com, Rabu (8/4/2020).
BACA JUGA: SPSI GSI Sukalarang Sukabumi Akhirnya Setuju Pabrik Libur Asal Upah Buruh Dibayar Penuh
"Kami melihat Menaker RI yang sekarang sering kali membuat blunder. Pada saat terjadi polemik UMK Jabar, Menaker RI sudah mewacanakan upah per jam. Padahal saat itu draft Omnibus Law saja belum ada dan belum beredar. Dan ternyata beberapa waktu kemudian masuk dalam draft Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak oleh buru," lanjut Popon.
Popon kembali menegaskan bahwa THR jelas normatif dan jelas aturan hukumnya, tercantum di Undang-undang Ketenagakerjaan, yang apabila dilanggar sanksi yang menanti cukup jelas.
BACA JUGA: Imbas Covid-19, Karyawan Pabrik dan Hotel di Kota Sukabumi Ada yang Dirumahkan
"Kalau pejabat negara di bidang ketenagakerjaan saja sudah membuka ruang untuk terjadinya penyimpangan atau pelanggaran hak normatif buruh, kami menjadi bertanya sebenarnya pemerintah hanya peduli terhadap investasi dan pengusaha saja atau gimana? Kok sangat tidak peduli dan mengabaikan hak-hak normatif buruh," sindir Popon.
BACA JUGA: Tak Harus Lockdown, Kalau Pabrik Libur 14 Hari, Bupati Sukabumi: Enggeusan Kabeh
"Begitu juga ketika terjadi wabah virus Corona, Menaker RI hanya mengimbau atau menganjurkan upah buruh harus dibayar saat diliburkan tapi tidak ada ketegasan harus dibayarkan atau tidaknya, karena edaran atau imbauan yang disampaikan Menaker RI cenderung ngambang," imbuhnya.
"Yang parah saat ini, disaat aturannya jelas, Undang-undangnya mengatur untuk membayar THR, pemerintah malah memberi angin surga bagi pengusaha untuk cicil bayar THR. Kita SP TSK SPSI Kab Sukabumi jelas keberatan dengan pernyataan Menaker RI tersebut. Karena itu sama saja mendegradasi Undang-undang dan akan membuka ruang pelanggaran hak normatif buruh dengan tidak dibayarkan THR-nya, atau ditunda atau dicicil. Ini benar-benar sangat mengecewakan," tandasnya.
BACA JUGA: Menaker Minta Pengusaha Pangkas Upah, Hindari PHK Akibat Corona
Diwawancarai terpisah, Ketua DPC Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin menilai Menaker RI tidak memahami kondisi buruh saat ini.
"Kondisi saat ini justru buruh banyak mengalami PHK, diliburkan tetapi tidak dibayar upahnya. Kalau seperti begitu lengkap sudah penderitaan buruh. Sudah tidak dapat upah, THR juga malah di cicil," kata Dadeng.
BACA JUGA: 599 Pekerja di Kota Sukabumi Kena PHK Dampak Covid-19, Ini Daftarnya!
Kendati demikian, ia tak menampikan opsi yang diberikan pemerintah dalam mencicil THR harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan para buruh atau pekerjanya. Namun, menurut Dadeng hal itu justru membuka persoalan baru.
"Sejauh mana kekuatan nilai tawar pihak buruh? Saat ini saja berapa ribu buruh yang kena PHK dan diliburkan tanpa dibayar upahnya. Pemerintah seharusnya melindungi dan menjamin hak-hak buruh," pungkasnya.