SUKABUMIUPDATE.com - Aksi pemalakan wisatawan di sejumlah destinasi wisata di kawasan Geopark Ciletuh Kabupaten Sukabumi Jawa Barat kembali viral. Aksi 'pungli' ini tak hanya merugikan pengembangan industri pariwisata tapi punya dampak hukum serius bagi para pelakunya.
Mengutip portal hukumonline.com, menjelaskan bahwa pada dasarnya, pungutan yang dikenal di tempat wisata adalah pungutan resmi dengan nama retribusi. Pungli terjadi jika dilakukan oleh PNS yang mengelola tempat wisata tersebut di luar yang ditentukan peraturan daerah (Perda).
"Disini jika pelakunya PNS dapat dikenakan hukuman disiplin. Sedangkan jika pungli dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, pelaku dapat dikenakan sanksi berdasarkan KUHP," tulis portal tersebut.
Pengunjung dapat melakukan upaya-upaya dalam menghadapi pungutan liar di kawasan tempat wisata. Sebelumnya, wisatawan harus paham soal kewenangan pengelolaan destinasi wisata alam.
Dijelaskan bahwa pada dasarnya ada pantai yang dikelola oleh pemerintah daerah dan ada pula yang dikelola oleh pihak swasta berdasarkan peraturan yang mendasarinya. Untuk pantai yang dikelola oleh pemerintah daerah, sebagai tempat publik, maksud “pantai berbayar” di sini sebenarnya adalah retribusi yang dikenakan kepada pengunjung pantai bersangkutan.
Dalam praktiknya, pengenaan retribusi ini diatur kembali dalam peraturan daerah setempat. Sedangkan, untuk pantai yang dikelola oleh pihak swasta, maksud “pantai berbayar” di sini adalah tarif yang dikenakan untuk tujuan pengelolaan pantai itu sendiri sekaligus kontraprestasi dari kenyamanan dan kenikmatan yang diperoleh pengunjung atas pengelolaan yang dilakukan.
Baca Juga :
Jika pantai yang dikelola pemerintah mengenakan pungutan liar terhadap pengunjungnya, maka pelakunya (Pegawai Negeri Sipil/PNS yang bekerja di situ) dapat dikenakan sanksi. Hal ini terkait larangan PNS, di antaranya yaitu PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara, berupa; teguran lisan; teguran tertulis; dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
"Namun jika pungli tersebut dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan tempat wisata. Terkait hal ini, karena dilakukan secara sepihak dan bukan pungutan resmi, menurut kami, hal tersebut telah melampaui retribusi yang ditentukan oleh peraturan daerah merupakan suatu pelanggaran yang terhadap pelakunya dapat diancam pidana," tulis portal hukumonline.com.
Jika pungli itu diminta dengan cara-cara kekerasan. Pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Mengutip ahli hukum R. Soesilo, pasal tersebut dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal dan menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya: Memaksa orang lain; Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
"pelaku pungli dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP memang perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur di atas. Untuk itu, perlu dilihat kembali apakah pelaku pungli oleh masyarakat di sekitar kawasan tempat wisata itu melakukannya dengan disertai kekerasan atau ancaman kekerasan atau tidak."
Atas keberatan pungli di kawasan tempat wisata, portal hukumonline.com membagikan sejumlah tips:
1. Langkah utama yang dapat dilakukan pengunjung adalah dengan menyampaikan keberatan kepada masyarakat setempat. Cara kekeluargaan seperti melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat patut dilakukan agar teguran dapat disampaikan langsung oleh Kepala Desa atau Ketua RT kepada warganya yang melakukan pungli.
2. Jika tidak berhasil, pengunjung dapat melaporkan pungli tersebut kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat agar dapat ditertibkan dan ditindaklanjuti oleh Kepala Disbudpar.
3. Tempat wisata di suatu daerah pada dasarnya diawasi oleh Satpol PP (anggota Polisi Pamong Praja), yang juga berwenang untuk melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah (“Perda”) dan/atau peraturan kepala daerah. Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah yang berwenang dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Oleh karena itu, pengunjung dapat melaporkan dugaan pelanggaran perda berupa pungli di kawasan tempat wisata kepada Satpol PP.
Baca Juga :
Seperti diberitakan sebelumnya, testimoni pengusaha travel wisata viral di media sosial. Pemilik akun membongkar semua aksi palak dan pungli yang dialami saat mengantar wisatawan ke sejumlah destinasi di kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi Sigit Widarmadi mengakui tidak mudah memberantas mental pungli oknum warga di sekitar objek wisata. "Sosialisasi sadar wisata terus menerus dilakukan, termasuk melakukan pemberdayaan, warga setempat, mendorong usaha penunjang wisata dan lainnya, tapi masih terus terjadi," jelas Sigit kepada sukabumiupdate.com, Jumat. 11 Maret 2022.
Viral aksi 'pungli' ini juga menyedot perhatian anggota DPRD Kabupaten Sukabumi. Selain kecewa dengan sikap oknum yang melakukan aksi pemerasan, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi Fraksi PPP, Andri Hidayana menyebut tim saber pungli pariwisata harus lebih aktif.
Ia mengusulkan di setiap objek wisata dibuat papan informasi pengaduan dan mencantumkan nomor kontak tim tersebut. Selain itu DPRD juga meminta seluruh pihak terkait mempercepat lahirnya peraturan daerah Desa Wisata, karena tidak sedikit destinasi wisata alam di Kabupaten Sukabumi yang bisa dikelolah oleh pemerintah desa.
Perda Desa Wisata bisa menjadi payung hukum untuk menerbitkan aturan tarif lokasi wisata yang berada di wilayah desa dan diluar kewenangan dinas. Ini diperlukan agar ada kepastian tarif atau retribusi wisata.