SUKABUMIUPDATE.com - Istri Gubernur Jawa Barat Atalia Praratya, menyoroti tingginya kasus perceraian yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Menurut perempuan yang akrab disapa Si Cinta ini, perlu pemahaman terkait ketahanan keluarga supaya menekan kasus perceraian.
"Kasus-kasus perceraian bisa saja terjadi dan biasanya memang akibat faktor ekonomi serta tidak hanya di Kabupaten Sukabumi. Memang penting sekali bagaimana kemandirian ekonomi itu dibangun, tapi perlu pemahaman terkait ketahanan keluarga, bagaimana perempuan sendiri tahu tentang kodrat diri, sehingga tidak melampaui batas," tutur Atalia kepada sukabumiupdate.com, pada kegiatan Siaran Keliling di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Rabu (13/11/2019).
BACA JUGA: 2.240 Kasus Cerai di Sukabumi, Mayoritas Gegara Istri Kerja di Pabrik
Sebelumnya, Pengadilan Agama kelas IB Cibadak, Kabupaten Sukabumi menyatakan sudah menangani 2.240 kasus perceraian sepanjang tahun 2019.
Sejak Januari hingga November 2019, jumlah gugatan cerai maupun talak yang ditangani mencapai 2.309 perkara, sedangkan yang sudah diputus mencapai 2.240 perkara. Perbulannya 300 perkara yang masuk dan rata-rata perhari ada 40 perkara cerai yang ditangani.
BACA JUGA: 795 Kasus Perceraian di Sukabumi, Penggugat Didominasi Perempuan
Kasus perceraian dipicu beberapa faktor. Mulai dari ekonomi, orang ketiga dan faktor lainnya diantaranya ketidakseimbangan pendapatan istri dibandingkan suami. Unrtuk di Sukabumi sendiri, mayoritas wanita bekerja sebagai pegawai pabrik sedangkan laki-laki kerja serabutan.
Atalia menuturkan, beberapa perempuan yang bekerja itu merasa superior dibandingkan laki-laki, sehingga merasa lebih mampu secara ekonomi. Dan beberapa perempuan yang tidak bekerja, tidak ada kekuatan dari sisi ekonomi, tapi pada akhirnya bercerai juga dengan suaminya. "Penting penguatannya dari kita dorong pengetahuan perempuan," imbuhnya.
BACA JUGA: Sebanyak 1.698 Kasus Perceraian Terjadi di Kabupaten Sukabumi Sepanjang 2018
Sementara itu, Ketua P2TP2A Kabupaten Sukabumi Yani Jatnika mengungkapkan, ketika seorang perempuan memiliki pendapatan sendiri maka bisa menentukan kehidupannya sendiri. Dampak buruknya merasa tidak butuh laki-laki.
"Kalau mereka kerja di pabrik kemudian rumah tangganya terbengkalai, artinya memang ada celah untuk bisa sampai ke sana. Tapi tidak hanya itu, ada faktor lain yang bisa seseorang itu bercerai. Sejauh ini belum ada langkah, karena P2TP2A itu lebih ke penanganan korban, selama belum ada yang melapor ke kami, belum bisa kami tindak seperti apa," jelasnya.