SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Wilayah Terdampak (AMWD) menggeruduk kantor DPRD Kabupaten Sukabumi di Jalan Jajaway Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Rabu (23/10/2019).
Sebelumnya aksi masa ini bertitik kumpul di depan gedung SCG Sukabumi. Ada sekitar 400 warga yang ikut serta dalam aksi tersebut. Warga datang dari Desa Sukamaju dan Desa Wangunreja Kecamatan Nyalindung, serta warga Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampang Tengah. Ratusan warga ini yang tinggal di wilayah terdampak aktivitas PT Tambang Semen Sukabumi (TSS).
BACA JUGA: DPRD Kabupaten Sukabumi Akan Cek Lokasi, Kaji Dampak Blasting PT TSS
Korlap aksi, Bambang Rudiansyah mengatakan, aksi ini bukan untuk memprotes keberadaan PT Siam Cement Group (SCG) dan PT TSS. Aksi justru mendukung dampak positif yang dirasakan warga dari aktivitas PT TSS, yang mesti diketahui publik.
"Memang setiap kegiatan pertambangan memiliki dampak negatif. Tapi, kita juga tidak boleh menutup mata, banyak dampak positif yang ditimbulkan. Seperti penyerapan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan ekonomi dan pendidikan. Karena itu kami mendukung. Dengan catatan, perusahaan harus memenuhi aturan yang berlaku dan tetap memperhatikan warga sekitar yang terdampak," kata Bambang kepada sukabumiupdate.com, disela aksi.
BACA JUGA: Warga Terdampak Blasting , Ini Catatan DPRD Kabupaten Sukabumi Untuk PT TSS
Selain dukungan, Bambang menegaskan aksi masa juga meminta pihak perusahaan lebih terbuka soal kucuran dana Corporate Social Responsibility (CSR). "Siapa saja yang menerima pemberian dana CSR yang diberikan PT TSS dan PT SCG? Harus dibuka, jangan sampai menjadi polemik dan bola liar antar warga, hingga memecah belah masyarakat," tuturnya.
Ia berharap pihak kepolisian kembali memberikan izin aktivitas blasting sesuai dalam aturan Perundang-undangan bahwa masyarakat berhak memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai pasal 27 ayat 2 Undang-undang tahun 1945.
"Namun tetap, dalam aktivitasnya harus diawasi agar kenyamanan warga pun tidak terusik, sehingga semua kepentingan masyarakat bisa terakomodir dan buruh tidak menjadi korban," tandasnya.
BACA JUGA: Warga Leuwidinding Dirawat Akibat Blasting PT TSS, Kasie Trantib Sebut Mau Dinegosiasi
Senada dikatakan Ketua DPC Federasi Kehutanan Industri Umum Perkayuan Pertanian dan Perkebunan, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (F Hukatan KSBSI) Kabupaten Sukabumi, Nendar Supriatna. Ia menyebut, pemberhentian aktivitas blasting yang melatarbelakangi aksi AMWD. Menurut Nendar, pemberhentian tersebut membuat aktivitas warga yang bekerja di perusahaan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Kedatangan kami ke sini, untuk menyampaikan aspirasi terkait pemberhentian blasting untuk pemenuhan bahan baku semen yang sudah berlangsung sekitar dua pekan terakhir," jelas Nendar.
BACA JUGA: Sebelum Ada Tambang, Warga Leuwidinding Sukabumi Hidup dari Hasil Bumi
Ia menegaskan, jika proses blasting ini dihentikan, apalagi disetop perizinannya, maka sama saja mengorbankan 900 buruh untuk berhenti bekerja di perusahaan tersebut. Ia juga mengajak DPRD Kabupaten Sukabumi untuk berpikir objektif dari segala sisi.
"Iya, kalau dua minggu lagi saja pemberhentian dilakukan, saya yakin akan ada efisiensi dengan pengurangan tenaga kerja atau mereka sebagian dirumahkan," imbuhnya.