SUKABUMIUPDATE.com - Warga Kampung Leuwidinding dahulu menggantungkan hidup dari hasil bumi dan menjalin kemitraan dengan Perum Perhutani. Namun kini warga tak lagi bisa memanfaatkan hasil bumi akibat dampak aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.
BACA JUGA: Aktivitas Tambang Semen di Gunung Guha, Warga Leuwidinding Merasa Tak Dilibatkan
“Kalau dulu pergi ke ladang itu ngambil suung (bambu muda), terus dimasak buat dijual. Bisa dapat Rp 80.000 sampai Rp 100.000 sehari. Itu belum dari hasil bumi lainnya,” kata Saepuloh (53 tahun), warga RW 01 Kampung Leuwidinding kepada sukabumiupdate.com, Senin (21/10/2019).
Masih kata Saepuloh, aktivitas pertambangan seketika membuat mata pencaharian warga berubah drastis. Sangat sedikit orang yang bisa menggantungkan hidup dari hasil bumi seperti bertani, berkebun dan lainnya. "Orang pada kerja di luar kampung sekarang. Kalau kemarin-kemarin, hasil tani dan hasil kebun sudah sangat mencukupi kebutuhan sehari-hari dibandingkan sekarang," lanjutnya.
BACA JUGA: Ketika Warga Leuwidinding Sukabumi Kehilangan Mata Air Akibat Tambang Semen
Ditanya soal serapan tenaga kerja dari perusahaan penambang, yakni PT TSS, Saepuloh menyebut hanya ada sekitar 35 warga yang bekerja, itupun statusnya outsourcing alias karyawan kontrak.
"Sekitar 35 sampai 36 paling banyak yang kerja. Itu pun suka ada PHK. Yang statusnya karyawan tetap hanya satu orang, sisanya outsourcing. Sekarang yang masih kerja paling hanya 30 orang," tandasnya.