SUKABUMIUPDATE.com - Terik matahari siang itu tak menyurutkan semangat Mursidah (34 tahun) untuk ikut dalam aksi mogok mengajar di halaman kantor sekretariat PGRI Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Senin (17/9/2018).
Mursidah menjadi pusat perhatian karena dia mengajak serta anaknya yang berusia satu tahun ikut dalam aksi ini. Bukan tanpa alasan mengingat Mursidah yang sudah 15 tahun mengabdi sebagai guru honorer.
Ia menjadi guru honorer sejak 2003. Saat masih melajang, hingga menikah dan kini sudah memiliki tiga orang anak. Statusnya tak berubah, tetap guru honorer di SDN 1 Girijaya, Kecamatan Cidahu.
"Awal menjadi guru honorer saya mendapat gaji Rp 50 ribu, terus ada peningkatan di 2005 ketika sudah ada BOS jadi Rp 250 ribu dan sekarang Rp 600 ribu," ungkap Mursidah kepada sukabumiupdate.com.
BACA JUGA: Alasan Guru Honorer Cibadak Sukabumi Tak Ikut Mogok Mengajar
Selain minim, gaji yang diterima tak rutin setiap bulan. Hitunganya tiga bulan sekali. Tak jarang honor yang didapatkan pun telat dari jadwal seperti hari ini. Karena tergantung pada pencairan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Honor Rp 600 ribu itu membuat Mursidah harus berpikir keras, bagaimana caranya dibagi dengan kebutuhan sehari-hari untuk beli susu anak, uang jajan, dan biaya sekolah anak. Apalagi salah satu anaknya yang kini duduk bangku SMP membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Nah disitu kerasa banget, buat jajan anak saja kok sulit gitu. Padahal saya ingin bisa menguliahkannya," ujarnya.
Ketika tak cukup, Mursidah terpaksa meminjam kesana kemari dan menghutang. Sedangkan suaminya bekerja di tempat pengobatan patah tulang, yang tak setiap hari menerima pasien.
BACA JUGA: Lusa, Guru Honorer Bakal Kepung Pendopo Sukabumi
"Apalah saya dengan gaji sekian menghidupi anak-anak saya yang banyak bahkan untuk makan saja susah, jadi harus pinjam sana sini," ungkapnya.
Di tengah desakan ekonomi dan permasalahan keuangan, Mursidah tetap semangat mengajar. Cita-cita diangkat menjadi seorang PNS tetap ada dalam benak Mursidah.
Ingin merubah nasib, Mursidah pun mengikuti tes CPNS pada 2005. Hasilnya tak lolos. Untuk kedua kalinya, dia mencoba kembali pada tes CPNS K2 di 2013 namun tak lolos lagi.
Untuk bisa mengikuti tes CPNS Mursidah perlu kerja keras dan selalu mengikuti apa yang dibutuhkan agar bisa memenuhi kriteria.
BACA JUGA: Honorer Minta PGRI Tak Intervensi Aksi Mogok Mengajar di Sukabumi
Pada awalnya untuk bisa mengajar minimal lulusan Diploma II, Mursidah pun kuliah dan lulus pada 2008. Kemudian pemerintah mewajibkan guru harus lulusan SI. Dia pun mengeyam kuliah sarjana pendidikan jurusan IPS dan lulus pada 2012 dari salah satu perguruan tinggi di Sukabumi.
Saat ini, Mursidah berstatus mahasiswa kembali di salah satu perguruan tinggi agar memperoleh titel sarjana pendidik guru sekolah dasar supaya linear.
Ditengah harapan diangkatnya sebagai PNS, muncul Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) nomor 36 tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS tahun 2018.
Permenpan ini dianggap tak berpihak kepada para guru honorer yang usianya diatas 35 tahun. Sehingga tidak memperioritaskan honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
BACA JUGA: Giliran Guru Honorer Kota Sukabumi Ancam Mogok Mengajar
Ribuan guru honorer di Kabupaten Sukabumi termasuk Mursidah mendesak pemerintah mencabut Permenpan-RB Nomor 36 Tahun 2018 tersebut.
Dibalik itu semua, Mursidah tak patah semangat. Dirinya tetap ingin mengajar karena kecintaaanya pada profesinya. Membagi ilmu dan turut serta dalam mencerdaskan anak bangsa menjadi alasan mendasar menjadi seorang guru.
"Tolong pemerintah hargai kami yang sudah berkiprah belasan tahun hingga puluhan tahun sebagai guru honorer. Kami mencintai pekerjaan, guru adalah pekerjaan mulia. Semoga pemerintah bisa memperhatikan nasib kami," tukasnya.