SUKABUMIUPDATE.com – Kota Sukabumi tengah mematangkan skrenario kembali ke sekolah untuk siswa setelah dinyatakan masuk zona hijau dalam level kewaspadaan covid-19. Dari sejumlah point skenario yang sementara disusun, tidak secara tegas mencantumkan rapid atau PCR test bagi guru dan siswa sebelum di kembali belajar secara tatap muka di ruang kelas (sekolah).
Sebagai rangkaian metode utama upaya pendeteksian kasus covid-19, yaitu tracing, tracking dan testing, uji lap (rapid atau PCR) untuk guru dan siswa sebelum kembali ke sekolah merupakan hal yang penting. Apalagi pemerintah, baik pusat, provinsi Jawa Barat hingga Kota Sukabumi tidak ingin sekolah menjadi klaster baru penyebaran virus corona, saat "gembok" sekolah kembali dibuka untuk kegiatan belajar tatap muka.
Untuk memastikan hal tersebut, redaksi sukabumiupdate.com bertanya kepada gugus tugas percepatan penanganan covid-19 Kota Sukabumi. Melalui pesan singkat, Wahyu Hendriana juru bicara media center pusat informasi dan kordinasi gugus tugas memastikan jika rapid atau PCR test untuk guru dan siswa belum masuk agenda kerja dalam rangka AKB.
BACA JUGA: Pakai Sistem Shift, Kota Sukabumi Rencanakan Sekolah Tatap Muka Tiga Hari Sepekan
“Bisa saja dimasukan, tapi hingga saat ini belum ada agenda aksi rapid atau uji PCR untuk kalangan guru dan siswa di Kota Sukabumi,” jelas Wahyu, Selasa malam (30/6/2020).
Uji PCR massal yang beberapa pekan digelar di Kota Sukabumi menurut Wahyu tidak diperuntukan bagi kalangan guru dan pendidik. Dalam level kerawanan covid-19 guru dan pendidikan menurut Wahyu masuk kelompok masyarakat kategori C.
Sedangkan 1350 uji PCR massal yang baru selesai digelar di Kota Sukabumi menyasar masyarakat paling rawan di kategori A dan B. Uji PCR massal ini adalah program gugus tugas provinsi, untuk mengendalikan laju pertumbuhan kasus covid-19 di seluruh kota dan kabupaten di Jawa Barat.
“Gugus tugas daerah seperti Kota Sukabumi tidak menanggarkan uji PCR. Selama ini uji PCR dicover oleh gugus tugas provinsi Jawa Barat termasuk program test PCR massal,” sambung Wahyu.
Biaya uji lab sampel cairan hidung dan tenggorokan dengan metode PCR menurut Wahyu cukup mahal. Rp 1,2 hingga Rp 1,5 juta untuk satu sampel swab uji pcr, “Ini estimasi biaya uji PCR mandiri saat ini,” sambungnya.
BACA JUGA: Mulai 13 Juli, Ini Dua Skenario Kembali ke Sekolah di Kota Sukabumi
Namun ungkap Wahyu, jika rapid test untuk kalangan guru di Kota Sukabumi masih bisa dimungkinkan, karena biayanya hanya Rp 200 hingga 300 ripu per orang. “Menunggu keputusan gugus tugas saja, jika memang harus rapid test seluruh guru di Kota Sukabumi sebelum kembali belajar di sekolah."
“Kalau tidak salah, nanti dikonfirmasi lagi aja ke dinas pendidikan. Jumlah guru SD dan SMP di Kota Sukabumi untuk mencapai 1200 orang, negeri dan swasta,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Sukabumi akan mengembalikan para siswa untuk belajar di Sekolah mulai tahun ajaran baru, 13 Juli 2020 mendatang. Syarat utamanya jika Kota Sukabumi tetap bisa mempertahankan level kewaspadaan dilevel hijau (1-rendah).
Pemkot menyusun sejumlah skenario, tentunya berdasarkan protokol yang sudah disusun Provinsi Jawa Barat, Kementrian Pendidikan dan Kementrian Kesehatan. Sektor pendidikan di Kota Sukabumi sudah dapat dibuka secara bertahap melalui dua fase, yakni fase transisi dan fase kenormalan baru.
BACA JUGA: AKB di Sukabumi, Kota Masuk Zona Hijau Kabupaten Jadi Biru, Ini Perbedaannya
Rekomendasi skenario pembukaan sekolah secara bertahap, yakni dalam masa transisi, kondisi kelas maksimal diisi 15 siswa per kelas dengan wajib physical distancing 1,5 meter. Kemudian, wajib menggunakan masker di seluruh lingkungan satuan pendidikan.
Batas usia guru yang bisa mengajar tatap muka di bawah 45 tahun, dimana kondisi medis seluruh warga sekolah, baik diri sendiri dan orang serumah tidak bergejala dan tidak rentan. Selanjutnya, kantin tidak boleh beroperasi.
Kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak ada. Tidak diperbolehkan adanya kegiatan di sekolah selain KBM di kelas masing-masing, contohnya: orang tua menunggui siswa di sekolah, istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua murid, pengenalan lingkungan sekolah, dan lain sebagainya.
Sekolah dapat melanjutkan pembukaan ke masa new normal jika dalam dua bulan pertama tidak ada peningkatan kasus bermakna. Ketika pendidikan sudah dapat dilakukan secara tatap muka, tetap wajib gunakan 2 fase tersebut.