SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat, H.A Sopyan BHM mengatakan Jawa Barat bisa menjadi penyokong utama produksi tanaman pangan dan perkebunan nasional. Sehingga, lambat laun Indonesia bisa mengurangi bahkan melepaskan ketergantungan dari impor hasil pangan dan perkebunan.
BACA JUGA: Masalah Pertanian di Jabar, H.A Sopyan: Penyelesaiannya Harus Konkrit dan Terstruktur
Menurut Politisi Gerindra ini, Jawa Barat yang memiliki luas lahan pertanian mencapai 2.477.790 hektar, dengan potensi sumber air baku yang masih cukup dan Sumber Daya Manusia petani yang masih banyak. Seharusnya mengasilkan produksi pertanian yang bisa mengurangi impor beberapa komoditi pertanian dan perkebunan nasional.
"Salah satu komoditas pangan yang masih impor adalah sayuran yang mencapai 770 juta dolar setahun pada 2019 nilai impornya, dan buah-buahan dengan nilai US$ 1,48 miliar atau senilai kurang lebih Rp 22 triliun," kata H.A Sopyan mengutip data dari Badan Pusat Statistik, kepada Sukabumiupdate.com melalui sambungan telepon, Selasa (23/6/2020).
Dengan kondisi seperti itu, menurut H.A Sopyan Jawa Barat memerlukan visi pertanian yang mendorong industrialisasi pedesaan berbasis pertanian, jika ingin benar-benar menjadi penyokong pertanian dan perkebunan nasional.
Dengan industrialisasi pedesaan berbasis pertanian akan mendekatkan seluruh faktor produksi pertanian ke desa, dekat dengan sumber dan lahan pertanian, dikelola oleh para petani melalui kelompok tani yang terlatih.
"Hasil-hasil pertanian dan perkebunan harus dibuat efisien produksinya, pengolahan dan distribusinya harus murah. Tujuannya agar produktivitas meningkat, sehingga kebutuhan lokal, regional bahkan nasional bisa terpenuhi tanpa harus membuka keran impor," tegasnya.
BACA JUGA: Cegah Krisis Pangan di Masa Pandemi, Ini Saran H A Sopyan Buat Pemprov Jabar
"Dalam pertemuan non formal saya dengan petani, diketahui saat ini harga-harga komoditi perkebunan anjlok, seperti harga lada, cengkeh terutama harga karet. Petani karet sedang menjerit karena harga yang anjlok," imbuhnya.
Pemerintah kata H.A Sopyan harus segera bersikap untuk menyikapi masalah-masalah tersebut, karena biasanya petani kita setelah harga hancur akan malas menanam lagi. "Akirnya impor lagi. Perkebunan karet besar juga sama, rata-rata kolaps mereka," cetusnya.
Karena itu, menurut anggota Pansus VIII perubahan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan, DPRD Jawa Barat ini, pemerintah daerah, DRPD, petani perkebunan dan pelaku usaha harus duduk bersama membahas solusi-solusi dari masalah yang saat ini menghambat peningkatan produktivitas pertanian dan perkebunan di Jawa Barat.
Melalui perubahan Perda Nomor 8 tahun 2013 ini, dirinya pun berharap kedepan Jawa Barat bisa berkontribusi meningkatkan produksi komoditi perkebunan nasional, sehingga secara perlahan bisa melepaskan ketergantungan pasokan dari impor luar negeri.
BACA JUGA: Reses H A Sopyan di Nagrak Sukabumi, Warga Curhat Sulitnya Izin Usaha Obat Tradisional
"Ditengah penetrasi pasar produk pertanian pangan dan perkebunan luar negeri melalui kebijakan impor, Jabar menghadapi masalah berkurangnya lahan panen dan produksi beberapa komoditi pertanian dan perkebunan," ungkap mantan Ketua KTNA Jawa Barat ini.
"Kami dari DRPD ingin mendorong penanganan semua masalah yang menghambat sektor perkebunan Jawa Barat. Karena itu diperlukan sinergitas, dukungan dan komitmen semua pihak agar kami bisa menghasilkan regulasi yang betul-betul baik dan mendatangkan kebaikan," pungkasnya.