SUKABUMIUPDATE.com - NFT atau Non-Fungible Token menjadi sebuah aset karya seni digital yang mengalami lonjakan popularitas akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan, NFT dipercaya oleh para seniman dikarenakan teknologi yang ada pada aset kripto ini memungkinkan bukti kepemilikan aset karya seni yang bisa digunakan di dunia virtual serta dapat digunakan di dunia nyata sebagai koleksi digital yang memiliki nilai tinggi.
Teknologi NFT memiliki dampak yang sangat besar terhadap ekosistem seni, musik, desain, properti intelektual bahkan berbagai barang-barang antik dan mewah.
NFT yang mengusung teknologi blockchain, semua transaksi jual beli karya seni akan dilacak dan dicatat dalam blockchain. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi para seniman yang ingin mendapatkan pembayaran royalti atas karya seni yang mereka buat.
Baca Juga :
Contohnya, seorang desainer grafis bernama Robert Zumkeller berhasil menerima royalti sebesar 10 persen dari setiap transaksi karya seni yang ia jual di pasar kripto.
"Hal itu tidak mungkin terjadi jika kita menjual karya seni dalam wujud fisik," terang Zumkeller dilansir dari Futurity.
Di dunia digital, sebuah karya seni akan bertransformasi menjadi bentuk berkas data atau file yang dapat disalin sebanyak mungkin tanpa adanya batasan.
Meski jumlah data atau file nya disalin begitu banyak, namun satu aset atau satu objek karya seni tersebut akan memiliki kepemilikan resmi.
Artinya, seniman yang membuat karya seni tersebut akan terus mendapatkan royalti jika karya seni itu terus berkembang atau proses jual belinya semakin besar.
Menyukil data dari Dappradar, pasar jual beli NFT mengalami kenaikan selama 12 bulan terakhir dengan catatan peningkatan sebesar 700 persen dari kuartal kedua hingga kuartal ketiga tahun 2021 lalu.
fenomena ini juga turut mengkonfirmasi bahwa pasar blockchain atau kripto memang mengalami peningkatan sebanyak 100 ribu kali lipat dalam periode 10 tahun terakhir.
Dilansir dari The Verge, seorang profesor teknologi blockchain dari Universitar Zurich bernama Claudio Tessone pernah mengatakan, desain yang terkonsep dengan baik membuat teknologi NFT banyak digandrungi banyak orang terutama para seniman.
“Penciptaan aset digital kian hari memiliki nilai yang tinggi, sehingga mendorong banyak orang untuk turut terlibat dalam tren tersebut,” kata Tessone.
Meski NFT sedang tren, konsumsi energi aplikasi blockchain yang semakin menggelembung menjadi topik yang serius diperbincangkan banyak ahli.
Namun, hadirnya teknologi proof of stake di masa mendatang akan menjadi harapan bagi konsep arsitektur baru blockchain untuk dapat mengatasi permasalahan konsumsi listrik yang sedang dikhawatirkan tersebut.
Akan tetapi, arsitektur baru tersebut tetap saja berpotensi menciptakan masalah baru. Blockchain proof of stake akan memberi imbalan bagi pengguna yang menaruh deposit sehingga memungkinkan terjadinya dorongan spekulasi di pasar saham.
Tessone menjelaskan, memang saat ini akan sulit untuk membayangkan keberadaan blockchain tanpa spekulasi.
"Saya ingin komunitas kripto lebih memperhatikan ekonomi kripto dengan ekonomi yang berfungsi di masa depan," ujarnya.
Belum lagi adanya pro dan kontra terkait eksistensi kripto yang dianggap sejumlah elit global mengancam mereka.
Mereka akhirnya menggiring wacana melalui berbagai media untuk membuat berita NFT dengan cara menyoroti sisi spekulasinya.
Baca Juga :
Seorang profesor dari MIT bernama Catherine Tucker sependapat dengan Tessone. Ia mengatakan, fenomena anti-kripto dapat menyebabkan kurangnya nilai kegunaan ideal aset kripto di masa mendatang.
"Satu permasalahan soal anonimitas pada teknologi blockchain adalah penipuan finansial. Sebagai contoh, seorang seniman bisa saja berkonspirasi dengan pembeli untuk mendorong harga karyanya menjadi naik," terang Tucker.
Meski begitu, Tucker mengatakan bahwa NFT tak sepenuhnya bisa disalahkan juga. Ia menilai hal tersebut merupakan gejala normal dimana beberapa pengguna di lingkungan yang belum jelas melakukan biaya dengan transaksi tinggi.
“Pada akhirnya, teknologi hanyalah teknologi,” pungkas Tucker.