SUKABUMIUPDATE.com - Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penolakan kasasi terhadap vonis bebas terdakwa kasus pembunuhan dirasa tak adil bagi keluarga korban. Putusan itu terkait kasus kematian Mumuh (65 tahun), guru ngaji asal Kampung Cilangkop, Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi yang tewas dibunuh atas tudingan dukun santet.
Sariah (56 tahun), istri Mumuh, kembali mengulas ihwal peristiwa sadis yang dialami suaminya. Firasat tak mengenakan sudah dirasakan keluarga sekitar satu bulan sebelum Mumuh ditemukan tewas pada Selasa 10 Januari 2017 silam.
"Saya masih ingat malam itu tepat jam 01:00, rumah kami didatangi seseorang yang mengaku bernama Rudi. Kami sempat kaget karena saat itu listrik rumah kami dimatikan dari luar, dan orang itu pergi tanpa pamit," ujar Sariah kepada sukabumiupdate.com, Minggu (18/11/2018).
Tak sampai disitu, setelah tamu tak diundang pergi, tiba-tiba saja bagian dapur di gubuknya ada yang membakar. Si peneror pun mencoba membakar rumah Mumuh dengan melempar obor ke atap rumah.
"Saya berlari keluar menyelamatkan cucu, sedangkan almarhum mencoba memadamkan api di dalam. Dan saya berteriak meminta pertolongan pada tetangga," sambungnya sambil tak henti menangis.
BACA JUGA: Keluarga Tak Terima MA Bebaskan Terdakwa Pembunuhan Guru Ngaji di Ciemas Sukabumi
Setelah kejadian itu, Sariah mengaku sangat ketakutan. Tapi sayang, gagalnya peristiwa pembakaran rumah malah membuat tudingan tukang santet dan sihir yang dialamatkan kepada Sariah dan Mumuh, semakin melebar.
"Ada yang memfitnah. Katanya ada yang melihat saya dan cucu saya terbang keluar rumah saat menyelamatkan diri dari kebakaran," tutur Sariah.
Mumuh dan keluarga sebenarnya sangat merasa tidak nyaman atas tudingan yang kerap dituduhkan. Sempat terpikir untuk pindah, namun hal itu urung dilakukan.
Sariah dan suaminya tidak merasa bersalah. Ini yang membuat mereka bertahan. "Kami berprinsip selama tidak salah kenapa kami harus takut, makanya kami bertahan," imbuhnya.
Hingga pada hari itu, sebelum ditemukan tewas mengenaskan, Mumuh beserta anaknya, Darus, dan istrinya masih berada di kebun seperti biasa. Saat itu, ada tiga orang yang diduga pelaku menghampiri mereka. Satu orang diantaranya berbasa-basi, dan bercerita hendak berburu babi.
BACA JUGA: Keluarga Almarhum Mumuh: Kalau Hanya Divonis Bebas, Hukum Itu Camplang
Tak ada kecurigaan, Darus dan Sariah pergi meninggalkan Mumuh sendirian di ladang. Sariah hendak menyiapkan barang-barang untuk suaminya. Saat itu, Mumuh hendak pergi menemui anaknya yang lain, Amas (45 tahun), yang tinggal di daerah Sukabumi Kota.
"Saat itu sudah menjelang waktu Ashar, saya pun menyiapkan keperluan suami saya seperti biasa jika akan pergi ke kota. Saya siapin tas berisi beberapa keperluan dan uang Rp 800 ribu," tutur Sariah.
Waktu pun terus berjalan. Sekita pukul 17.00 WIB, Sariah dikagetkan oleh tangisan anaknya. Mumuh ditemukan tewas bersimbah darah dengan kondisi memilukan.
"Serasa disambar geledek, saya lemas dan serasa tak percaya. Namun anak dan keluarga saya melarang saya melihat jasad terakhir suami yang 33 tahun menjadi teman hidup saya," lirih. Sariah.
Rasa kehilangan yang mendalam masih sangat dirasakan oleh Sariah dan ketiga anaknya. Putusan pengadilan dan Mahkamah Agung yang membebaskan ke 5 tersangka dan SR membuat Sariah beserta anak mendiang Mumuh semakin bersedih.
BACA JUGA: Hakim Vonis Bebas Tersangka Pembunuh Guru Ngaji di Ciemas Kabupaten Sukabumi, Apa Sikap Jaksa?
"Kami tak terima dengan putusan pengadilan, kami memohon keadilan pada para penegak hukum agar berbuat adil dan jujur," pungkasnya sambil tak kuasa membendung lagi tangisannya.
Dimata anak dan istrinya, Mumuh, dikenal sebagai sosok ayah yang bertanggung jawab dan rajin ibadah. Tak salah jika jejaknya sebagai ustad di Kampung Cilangkob diikuti oleh anak pertamanya, Darus. Ia mondok di Pesantren bekas ayahnya menimba ilmu di Cicurug, Sukabumi.
"Saya dan suami sama-sama pendatang, kami hijrah ke Kampung Cilangkop 27 tahun lalu bersama yang lain dan kebanyakan berasal dari daerah Sagaranten. Kami bersama-sama membuka kampung ini," ungkap Sariah.
Dari keterangan Sariah, selama 27 tahun Ia dan suaminya tinggal di kampung tersebut bersama tetangga yang sebagian besar adalah saudaranya. Mumuh yang punya latar belakang pesantren sempat ditunjuk menjadi DKM dan Khotib dalam salat jumat.
"Bapak itu imam masjid. Bahkan karena saat itu sudah jarang bekerja, bapak mengajar anak - anak mengaji di waktu luangnya," imbuh Sariah sambil tersedu-sedu.