SUKABUMIUPDATE.com - Pembangunan kawasan wisata Situgunung di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, dengan menebang m 16 pohon besar diprotes sejumlah elemen aktivis lingkungan dan masyarakat sekitar. Pembangunan ini dinilai merusak ekosistem alam di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Protes dilakukan melalui media sosial, oleh sejumlah aktivis lingkungan di Sukabumi saat mengetahui pembangunan kawasan wisata dengan ikon utama jembatan gantung Situgunung tersebut menebang 16 pohon. Foto-foto kawasan TNGGP yang ditebang bertebaran di media sosial.
BACA JUGA: Dua Hari Dibuka, Ribuan Pengunjung Jajal Jembatan Gantung Situ Gunung Sukabumi
Aktifis lingkungan hidup di Sukabumi yang tergabung dalam Sekumpulan Pejalan Kaki Ceker Kolot (Sepatu Ceko), dr Hondo Suwito mengatakan, TNGGP dan investor berencana menata kawasan wisata di Situgunung dan Curug Sawer, dengan membangun jembatan gantung, restaurant di curug sawer dan sejumlah spot selfie.
"Kami warga lokal senang saja karena pasti akan ada dampak ekonomi, namun hingga saat ini kami tidak pernah diajak berembuk untuk pembangunan tersebut," Ujar Hondo kepada sukabumupdate.com, Kamis (9/8/2018).
Menurut Hondo, warga meributkan pembangunan karena menganggap Curug Sawer sebagai sumber kehidupan khususnya air. “Yang kami pertanyakan adalah penebangan dan perusakan di dalam kawasan TNGGP yang merupakan daerah konservasi. Warga anggap sakral, eh malah dirusak keutuhannya oleh pihak TNGGP sendiri dan investor terus membangun.”
Sementara, Irvan Azis LSM Dampal Jurig di Sukabumi menuturkan pernah berdialog dengan TNGGP dan investor tapi pembangunan sudah berjalan, sehingga tidak ada titik temu. :Mereka berdalih membangun di kawasan konservasi zona pemanfaatan sehingga boleh melakukan penebangan dan membongkar yang sebetulnya merusak keutuhan serta keaslian TNGGP," tuturnya.
Irwan menganggap sikap TNGGP ini berbahaya karena bisa dijadikan contoh oleh oknum masyarakat untuk merusak ekosistem kawasan dengan dalih yang sama yaitu zoba pemanfaatan. "Bahaya latennya, ini mengedukasi warga untuk seenaknya nebang padahal mereka tidak pernah menanam.”
Dihubungi terpisah, Kabid Teknis balai besar TNGGP, Mimi Murdiah menjelaskan berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 34, bahwa pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dilaksanakan oleh pemerintah.
BACA JUGA: Pembangunan Jembatan Gantung Situ Gunung Sukabumi Belum Kantongi Izin
"Di dalam zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan, untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan dengan mengikutsertakan rakyat," jelasnya.
Mimih menegaskan seluruh pembangunan sarana dan prasarana wisata alam di TNGGP berada di zona pemanfaatan. Zonasi TNGGP ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.356/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016.
"Pembangunan sarana prasana tersebut dapat dilakukan oleh pemangku kawasan, skema Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam, dan skema kerjasama dengan mitra. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 jo Nomor 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam," pungkasnya.