SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan masyarakat Kelurahan Cisarua dan Cikole Kecamatan Cikole Kota Sukabumi menyampaikan berkas fisik atas gugatan soal penutupan akses Jalan Perana oleh pihak Setukpa Polri. Berkas fisik ini disampaikan kepada Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Kamis (17/10/2019). Warga ini datang didamping kuasa hukumnya.
"Kemarin baru melalui E-Court, untuk melengkapi berkas fisiknya supaya lengkap, mendaftarkan kembali. Gugatan itu sudah tergerister di pengadilan dengan nomor 18, dan kami juga sudah mendapat pemberitahuan sidang pada tanggal 19 November 2019," ucap kuasa hukum, Andri Yules, kepada sukabumiupdate.com, Kamis (17/10/2019).
BACA JUGA: Kisruh Jalan Prana, Ombudsman Panggil Pemkot Sukabumi, Setukpa dan Pasim
Andri menjelaskan, gugatan tersebut adalah gugatan class action, atau gugatan perwakilan kelompok terhadap penutupan jalan yang diportal oleh pihak Setukpa.
Andri menuturkan, pihaknya dan juga masyarakat, diberikan surat oleh Setukpa, dengan muatan tidak mengizinkan agar sepanjang Jalan Perana tersebut untuk digunakan oleh masyarakat, baik masyarakat perumahan maupun masyarakat perkampungan.
"Yang terdampak langsung ada 10 RT dan 6 RW dari dua Kelurahan, Kelurahan Cisarua dan Cikole. Akibatnya, kami mengajukan gugatan class action perbuatan melawan hukum ke PN Sukabumi," jelasnya.
Menurut Andri, jalan tersebut milik umum. Bahkan sejak zaman Belanda jalan itu sudah ada walaupun kondisinya berbeda. Adapun yang diklaim pihak Setukpa berdasar pada sertifikat hak pakai nomor 18 tahun 1997 dengan luas lebih dari 19 Hektare.
"Kami sudah mempertanyakan masalah itu ke BPN, BPN menyatakan bahwa benar jalan tersebut sudah ada sebelum hak pakai dari Setukpa itu diterbitkan. Karena hak pakai itu dulu diberikan kepada Kementerian Pertanahan dan Keamanan CQ Polri," jelas Andri.
BACA JUGA: Setukpa Lemdikpol Tertibkan Aset di Prana Sukabumi, Pasim dan Warga Terdampak
Andri mengungkapkan, BPN pun telah menunjukkan kepada pihaknya bahwa tahun 1992 ada peta lokasi yang menyatakan sudah ada jalan sebelum hak pakai itu diterbitkan. Jalan tersebut dulu namanya Gang Perana sekarang disebut Jalan Perana.
Lebih lanjut Andri menjelaskan dalam hal ini yang menggungat adalah masyarakat dari dua kelurahan. Dan yang memberikan kuasa kepada pihaknya ada 120 orang, untuk dan atas nama seluruh masyarakat yang ada di dua kelurahan itu.
Adapun tergugatnya adalah Presiden, Kapolri, Kepala Lemdiklat, Kasetukpa Lemdiklat Polri, Walikota. Turut tergugatnya adalah BPN, Kemenkeu, dan Gubernur Jabar.
BACA JUGA: Cari Keadilan, Warga Prana Kota Sukabumi Siap Datangi Istana Negara
"Tuntutan kami ada 15. Yang paling utama tentunya menyatakan sepanjang Jalan Perana adalah jalan umum. Memerintahkan pihak BPN untuk mengeluarkan sepanjang Jalan Prana itu dari sertifikat hak pakai nomor 18 tahun 1997 atas nama Polri. Kami minta juga sepanjang gugatan ini berjalan, kami minta portal maupun atribut yang lain dibuka terlebih dahulu dan diberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat. Materi gugatan cukup banyak, karena materi gugatannya sendiri adalah perbuatan melawan hukum," jelasnya.
Dari kejadian ini, ada kerugian yang diderita masyarakat berupa tidak dapat dinikmati jalan itu. "Kami juga meminta kerugian secara materil sebanyak Rp 1," pungkas Andri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Setukpa Lemdikpol melakukan aksi penertiban aset sejak bulan Juli 2019 silam. Menurut AKBP M Helmi, Pjs Kabag Renmin (Perencanaan dan Administrasi), penertiban aset selain masuk dalam program kerja Setukpa Lemdikpol tahun 2019 tentang pengaman aset negara milik Polri, juga atas rujukan dari surat Ombudsman Republik Indonesia nomor B/604/LM.29-K4/0262.2019/VII/2019 tanggal 10 Juli Tentang Tindak Lanjut Laporan Masyarakat.
Penertiban dilakukan karena selama terjadi salah pengertian terkait keberadaan jalan perana yang membelah aset tanah asmara Polri di lokasi tersebut. "Ini sertifikat tanda bukti hak pakai yang dikeluarkan BPN (Badan Pertahanan Nasional) tahun 1998 terkait peta lokasi asrama ini, dimana tidak ada gambar atau penjelasan tentang akses publik yang disebut warga sebagai jalan umum. Artinya bagi kami jalan perana ini bukan akses umum, melainkan aset tanah negara milik Polri dalam hal ini Setukpa Lemdikpol," sambungnya kepada wartawan saat melakukan sosialisasi penutupan akses sejumlah lokasi yang berada dipinggir jalan Perana, Minggu 28 Juli 2019 silam.
Untuk itu perlu dilakukan penegasan batas dan pemegaran agar aset ini tetap terjaga, lanjut Helmi khususnya yang terkait akses jalan perana, yaitu pemasangan portal buka tutup menuju perumahan prana.