SUKABUMIUPDATE.com - Kekeringan ekstrim tak hanya mengancam warga yang tinggal di sepanjang DAS Cimandiri Kabupaten Sukabumi selama musim kemarau ini. Pembukaan lahan hingga 40 hektar untuk peternakan di puncak bukit bongas yang selama ini “memayungi” mata air sungai cimandiri, memberikan ancaman lainnya, yaitu longsor, banjir bandang dan krisis pangan.
Dalam skala kecil, banjir bandang lumpur ini sudah terjadi dan disaksikan langsung oleh warga yang tinggal dibawah bukit bongas, khususnya disepanjang aliran sungai cimandiri dan anak sungainya. “Sempet hujan besar udah beberapa bulan lalu, air sungai jadi coklat lumpur. Sebelumnya tidak pernah terjadi, mungkin karena ada pembangunan kandang ayam di atas bukit jadi pas hujan lumpur turun,”ungkap Sutarna (58 tahun) kepada sukabumiupdate.com, Rabu (26/6/2019).
BACA JUGA: Viral Hulu Wotan Kering, Apa yang Terjadi Dengan Mata Air Sungai Cimandiri Sukabumi?
Warga Kampung Pasirdulang, Desa/Kecamatan Gegerbitung Kabupaten Sukabumi ini menunjukkan kondisi sungai Cigeugeur yang merupakan anak sungai Cimandiri yang saat ini kering kerontang. “Pernah halodo (kemarau) panjang 7 bulan dulu tapi air masih ada walaupun kecil. Ini mah baru dua bulan halodo udah kering kerontang,” sambung Sutarna.
Sungai Cigeugeur ini hanya berjarak sekitar empat kilometer dari hulu wotan atau mata airnya yang berada dibawah bukit Bongkas, yang sempat viral karena mengering. Petani merasakan dampak paling parah dari kondisi ini, karena sudah tidak mampu mengaliri sawah dan lahan pertaniannya.
“Kalau untuk kebutuhan sehari-hari mah warga banyak yang punya sumur, tapi air sungai inikah dipakai sama petani untuk sawah, sekarang sawah udah retak retak,” pungkas Sutarna.
Inilah bencana kemanusiaan yang dikhawatirkan terjadi, yaitu krisis pangan akibat hilangnya suplai air ke lahan pertanian di wilayah Kabupaten Sukabumi khususnya yang bersumber dari Sungai Cimandiri. “Selain longsor dan banjir bandang saat musin hujan, saat kemarau seperti ini berapa banyak lahan pertanian yang bergantung dari aliran sungai Cimandiri dari hulu di Gegerbitung ini sampai hilir di laut Palabuhanratu,” jelas Ketua Aliansi Masyarakat Gegerbitung (Almagribi) Aris Setiawan kepada sukabumiupdate.com, Senin lalu.
Krisis pangan akibat hilangnya suplai air ke lahan pertanian rakyat, akibat ancaman dari keringan sungai Cimandiri di kawasan hulu dipertegas oleh Rojak Daud. Aktivis pertanian sekaligus pentolan Fraksi Rakyat Sukabumi ini menegaskan dalam akun facebooknya, “Punahnya sumber mata air juga akan bermuara pada krisis pangan di masa yang akan datang. Hal ini terjadi karena semakin banyak areal pertanian yang tidak mendapatkan pasokan air yang memadai. Sebagian terjadi akibat alih fungsi lahan sehingga tidak ada penyimpanan cadangan air”.
BACA JUGA: Camat Minta Proyek Kandang Ayam Dihentikan, Viral Hulu Wotan Cimandiri Kering
Rojab melanjutkan bahwa krisis sumber air diprediksi akan menjadi salah satu sumber pertikaian dan konflik sosial manusia di masa depan. Pada musim kemarau, mata air menjadi semakin kecil dan tak mencukupi lagi bagi kebutuhan masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran sungai. Ia mengutip data dari Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dalam berita republika.co.id, seluas 688 hektare lahan pertanian terancam kekeringan.
“Sungai tidak bisa lagi mengalirkan air untuk sawah-sawah di sekitarnya. Akibatnya, sawah pun mengering tidak bisa ditanami atau gagal panen. Tanah gagal menyerap air karena tidak ada lagi kandungan humus di permukaan dan tidak ada lagi akar pepohonan yang mampu mengikat air di dalam tanah,” tutup Rojak dalam status facebooknya.