SUKABUMIUPDATE.com - Dugaan jual beli tanah negara dengan luas 30 hektar di Blok Rawabolang, Kampung Bungur, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, mendapat tanggapan dari Camat Jampang Tengah Sabar Suko.
Sabar menyatakan sebagai camat serta Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) Kecamatan Jampang Tengah, tidak pernah merasa melegalisasi atau menerbitkan akta jual beli tanah.
BACA JUGA: Dugaan Jual Beli Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi, Ini Jawaban Camat
Menurut dia, berkaitan dengan hal tersebut telah dilaksanakan pertemuan pada Senin (31/8/202) di Kantor Kecamatan Jampang Tengah yang dihadiri unsur Muspika terdiri dari Camat dan staf yang berkompenten, Kapolsek, unsur Koramil. Pertemuan juga dihadiri Kades Bojongjengkol, pemilik modal Asep, perwakilan penggarap Dojer serta ketua RT.
Dari hasil pertemuan, lanjut Sabar, diperoleh klarifikasi dari pihak yang hadir, baik dari Kapolsek, pemilik modal, dan perwakilan penggarap. Mereka menyatakan bahwa di Blok Rawabolang, Kampung Bungur, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampang Tengah tidak ada jual beli tanah negara yang selama ini dikabarkan media. Yang sebenarnya terjadi adalah kerjasama antara pemilik modal dengan petani penggarap.
BACA JUGA: Dugaan Jual Beli Tanah Negara di Jampang, Petani Diminta Tandatangani Kwitansi Kosong
"Yang ada hanya kerjasama usaha antara pak Asep (pemilik modal) dengan para petani penggarap untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah negara garapan yang selama ini kurang bisa dimanfaatkan oleh petani penggarap, secara maksimal karena kekurangan modal," bebernya.
Menurut pengakuan Asep, kata Sobar, tidak ada keterlibatan institusi negara maupun pejabat negara, baik pejabat sipil, Polri maupun TNI. "Dalam urusan tersebut, murni bisnis yang diiringi dengan itikad baik untuk meningkatkan bahan pangan atau ketahanan pangan nasional," tandasnya.
BACA JUGA: DPRD Kabupaten Sukabumi Cari Fakta Dugaan Jual Beli Tanah Negara di Jampang Tengah
Sabar menegaskan, kerjasama pemilik modal dengan para petani penggarap bertujuan meningkatkan komoditas tani dan buah Indonesia serta meningkatkan kesejahteraan petani. Menurut dia, petani penggarap merasa terbantu oleh keberadaan pemilik modal, karena bisa mendapatkan tanbahan penghasilan pada masa sulit seperti ini disamping tambahan modal dan pekerjaan.
"Bentuk usaha yang dilaksanakan adalah kerjasama yang sifatnya sukarela tidak ada unsur paksaan, sebagai bentuk komitmen kerjasama kepada petani yang mau bergabung pemilik modal memberikan dana pengganti jasa pembukaan dan pemeliharaan lahan, ditambah penggantian tanaman tegakan yang ditanam petani. Besarnya disesuaikan dengan luas lahan garapan dan jenis tanaman tegakan sesuai kesepakatan pribadi antara petani dan pemilik modal," ungkap Sabar.
BACA JUGA: Dugaan Jual Beli Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi, SPI: Tangkap Oknumnya!
Selain itu, pemilik modal menyediakan berbagai jenis jenis tanaman terdiri dari petai, jengkol, durian, lada, alpukat, jahe, dimana disamping ditanam di tanah negara juga diperbolehkan dibawa untuk ditanam dirumahnya masing-masing. Sedangkan untuk kegiatan pembersihan lahan, penanaman, pemupukan dan serangkaian proses usaha pertanian pemilik modal memberikan upah sebesar Rp 50 ribu perhari perorang.
Menurut Sabar, apabila usaha tani tersebut telah berhasil, dari hasil panen kebun, petani berhak memperoleh 10 persen dari komoditi yang dihasilkan. Baik petani penggarap maupun pemilik modal bersepakat bahwa status tanah tersebut adalah Tanah Negara (TN) garapan.
BACA JUGA: Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi Disoal, Petani Sebut Ada yang Perjualbelikan
Sabar menyebutkan, pemilik modal dan Kepala Desa Bojongjengkol, sudah melaksanakan pertemuan dengan Serikat Petani Indonesia (SPI) untuk mengklrafikasi masalah ini. Pertemuan bertempat di Majlis Taklim Rawabolang yang dihadiri pengurus SPI, pemilik modal, Kades, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas sebagai unsur Polsek Jampang Tengah.
Dari pertemuan ini permasalahan dianggap tersebut sudah tuntas dan diharapkan jangan sampai terjadi kesalahpahaman.