SUKABUMIUPDATE.com - Polemik dugaan praktik jual beli terhadap tanah negara Blok Rawabolang di Kampung Bungur, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, kembali mencuat.
Salah seorang petani penggarap mengatakan, seluruh petani penggarap yang berjumlah sekitar 50 orang diminta menandatangani kwitansi kosong. Tapi ia menyebut, baru 50 persen alias 25 orang yang menandatanganinya. Lahan tersebut memiliki luas 30 hektare.
"Hampir 50 persen petani penggarap menandatangani kwitansi itu," kata petani penggarap yang enggan disebutkan namanya itu, Selasa (25/8/2020), kepada sukabumiupdate.com.
"Mereka beralasan bahwa akan ada investor bekerjasama dengan petani penggarap untuk program pemerintah menanam lada," tambah petani tersebut.
BACA JUGA: Tanah Negara di Jampang Tengah Sukabumi Disoal, Petani Sebut Ada yang Perjualbelikan
Sementara itu, Ketua DPC Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud, menegaskan, dugaan praktik jual beli tanah tersebut, merupakan bentuk penjajahan baru yang dilakukan cukong tanah. Rozak menyebut, hal itu akan melahirkan tuan tanah baru.
"Investor akan mengambil dua keuntungan. Pertama, akan menjadi tuan tanah baru dengan membeli harga murah. Kedua, mendapatkan keuntungan dari kegiatan usaha dengan mempekerjakan petani yang tadinya penggarap, menjadi buruh tani," tegas Rozak.
Rozak mengungkapkan, pihaknya menyayangkan sikap pemerintah yang diduga membiarkan praktik jual beli tanah negara tersebut terjadi. Sebab, sambung Rozak, tanah yang diklaim oleh PT Bumiloka Swakarya dan tengah diperjuangkan agar kembali ke petani, justru akan diserahkan ke investor.
"Seharusnya pihak Kecamatan Jampang Tengah ambil langkah, meminta penjelasan dari investor dan pihak Pemdes," ungkap Rozak.
BACA JUGA: Petani Sukaraja Sukabumi Dipanggil Polisi, Dugaan Perusakan Tanaman di PTPN VIII
Rozak menuturkan, berdasarkan informasi yang ia terima, investor tersebut diduga difasilitasi oleh oknum Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa, yang juga turut mengintimidasi dan mengiming-imingi para petani untuk menjual tanah garapan tersebut.
"Diduga mereka juga mencatut nama 'Jenderal' untuk menakuti petani. Kalau petani tidak menjual tanah garapannya, maka akan diambil oleh Jenderal yang katanya pemodal di belakang. Tapi mudah-mudahan tidak ada Jenderal yang bermain, ini hanya dicatut saja namanya," pungkas Rozak.
Hingga saat ini, sukabumiupdate.com masih berusaha mengkonfirmasi hal tersebut kepada Camat Jampang Tengah dan BPD Bojongjengkol.