SUKABUMIUPDATE.com - BPJS Kesehatan mengerahkan 3.200 penagih yang disebut kader JKN untuk mengejar tunggakan iuran pesertanya. Dari 3.200 penagih tersebut, 64 diantaranya berada di Sukabumi.
"Ada 64 kader, kang," singkat Staff Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Sukabumi, Inne Indah saat dikonfirmasi sukabumiupdate.com, Sabtu (12/10/2019).
BACA JUGA: DPRD Kabupaten Sukabumi Tolak Kenaikan BPJS Kesehatan, Ini Upayanya!
Dikutip dari laman Tempo.co, Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Maruf mengklaim, per penagih berhasil mengumpulkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan sampai Rp 5 juta.
"Karena itu harus dibutuhkan skill juga. Kalau mereka bisa bergaul di masyarakat, figurnya mudah diterima. Kadang kita tidak mengira, mereka bisa memberikan sampai Rp 4 juta sampai Rp 5 juta dan itu bisa," kata dia di Kantor Pusat BPJS, Jakarta.
BACA JUGA: Video: Jangan Peras Kami! Aksi Massa Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Iqbal mengungkapkan, selain menagih tunggakan iuran, kader JKN juga memberikan sosialisasi pentingnya menggunakan BPJS Kesehatan. Mereka juga menjaring nasabah baru.
"Dia tidak semata hanya menagih, dia juga bisa menampung keluhan, sehingga kita bisa menjadi masukan untuk perbaikan layanan. Di sisi lain dia bisa mendaftarkan peserta baru karena recruitment melalui kader JKN," ucap Iqbal.
BACA JUGA: Massa Tolak Kenaikan Iuran, BPJS Sukabumi: Kami Hanya Prajurit
Menurut Iqbal, para kader JKN melakukan penagihan dari pintu-pintu untuk mengumpulkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang belum dilunasi. Ia memastikan, tidak seperti debt collector, tidak ada kekerasan dalam proses penagihan karena semua sudah ada regulasinya.
"Jadi pasti ketika kita bergerak untuk menagih kita dalam koridor regulasi. Kan datang sekali belum tentu bisa bayar, karena kita enggak bisa maksa juga. Kita datang dengan sopan dan kekeluargaan," Iqbal menjelaskan.
BACA JUGA: Iuran Naik, Dirut BPJS: Sama dengan Biaya Parkir per Jam
Proses penagihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini akan terus berlangsung hingga kesadaran masyarakat dalam membayar benar-benar telah terbangun.
"Jadi harus edukasi agar merangsang orang untuk membayar, dampaknya berbeda ketika mereka diedukasi dan ada payung hukum mengatur untuk orang yang memiliki kemampuan, tapi tidak mempunyai kemauan," tutur Iqbal.