SUKABUMIUPDATE.com - Seorang perawat non-PNS di RSUD Sayang, Cianjur, berinisial RS diberhentikan secara tidak hormat. Alasan dipecatnya tenaga kesehatan yang sudah bekerja sejak 2012 itu karena dituduh menjadi anggota atau pengurus partai politik (parpol).
Pemecatan perawat itu berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUD Sayang Nomor 888/Kep/30/RSUD/2020 yang menyebutkan bahwa berdasarkan Pasal 14 huruf B angka 16 Perbup Cianjur Nomor 28 Tahun 2019, pemberhentian pegawai non-PNS dilakukan secara tidak hormat apabila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
BACA JUGA: Hari Perawat Internasional: Kisah 2 Perawat Berjuang selama Wabah Corona
Surat pemberhentian RS yang bertugas di Ruang Markisa RSUD Sayang, ditetapkan 13 Juli 2020 dan ditandatangani Direktur Utama RSUD Sayang Cianjur, Ratu Tri Yulia. Surat tersebut baru diterima RS pada Kamis (16/7/2020).
RS mengaku tidak tahu pasti alasan manajemen rumah sakit memberhentikan dirinya secara tiba-tiba. Sebab, lanjut RS, sebelumnya tidak ada pemberitahuan apapun perihal pemberhentiannya sebagai karyawan di RSUD Sayang Cianjur. Selama bertugas, dirinya tak pernah ada masalah atau pelanggaran berat.
BACA JUGA: Kisah Perawat Corona di Sukabumi, Semangat Adithya Muncul Setelah Ingat Pesan Mendiang Istri
"Diberi tahu di ruangan ada surat dari direksi bahwa saya dipecat secara tidak hormat. Kalau secara tidak hormat berarti ada kesalahan. Padahal saya tak pernah ada kesalahan, selama menjalankan tugas selalu tanggung jawab. Belum pernah SP 1, 2, atau 3,” kata RS kepada wartawan, Jumat (17/7/2020).
RS menegaskan, dirinya tidak pernah menjadi anggota atau pengurus partai politik (parpol) manapun selama menjadi perawat. Namun, anehnya kini ia diberhentikan dengan alasan tersebut.
BACA JUGA: Kisah Perawat Corona di Sukabumi, Ditinggal Istri Tercinta Selamanya Setelah 22 Hari Tak Jumpa
“Saya bukan anggota apalagi pengurus parpol. Kenapa sekarang saya dipecat secara tidak hormat dengan alasan itu?” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPD PPNI Kabupaten Cianjur, Edi Sutanto, mengungkapkan, sudah berkoordinasi dengan Ketua DPK RSUD Sayang dan akan mempelajari SK tersebut untuk dilakukan klarifikasi jangan sampai ada pemutusan sepihak.
BACA JUGA: Sejarah Hari Perawat Internasional, Lahirnya Perawat Ternama Dunia
"Kami akan menempuh prosedur yang biasa yang ada dalam draft lembaga profesi PPNI dengan tahap-tahap klarifikasi harus mempunyai data hasil investigasi lapangan. Mudah-mudahan hanya satu kali pengalaman seperti ini, jangan sampai menimpa karyawan lainnya," kata Edi.
Edi berharap, keputusan ini bisa dipertimbangkan kembali mengingat Undang-Undang Ketenagakerjaan sifatnya non-PNS langkah-langkah teguran ada tahapannya yaitu SP1, SP2, dan SP3 serta ini perlu dikonfirmasi ke jajaran direksi RSUD Sayang.
BACA JUGA: Hari Kesehatan Dunia, WHO Sebut Butuh 6 Juta Perawat Untuk Melawan Covid-19
"Bertemu dengan jajaran direksi kami akan mengumpulkan dulu data setelah hasil pertemuan dan kita investigasi dulu di lapangan, setelah A1 kami akan croscheck ke jajaran direksi dan itu juga perlu dilaporkan ke pengurus setingkat Kabupaten Cianjur tentunya ke DPD Jawa Barat," katanya.
Menurut Edi, jika mengacu kepada Undang-Undang Ketenegakerjaan, pihak rumah sakit terlalu cepat mengambil keputusan dan perlu dikonfirmasi lagi dengan perawat yang bersangkutan apakah sudah sesuai tahapan.