SUKABUMIUPDATE.com – Wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi menjadi salah satu kawasan di pulau Jawa yang memiliki banyak sesar atau patahan sumber gempa bumi. Sejarah mencatat banyak gempa merusak dan mematikan yang pernah terjadi, sehingga warga Sukabumi harus mulai belajar menikmati guncangan gempa tanpa harus menjadi korban dari bencana tersebut.
Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BKMG) mencatat sedikitnya sudah terjadi 10 kali gempa merusak dan mematikan terjadi di wilayah Sukabumi sejak tahun 1900 an hingga kemarin 10 Maret 2020. Sukabumi berada diatas tiga sesar lokal yang berada di darat, Cimandiri, Citarik, Cipamingkis.
Catatan BMKG Sesar Cimandiri punya potensi kekuatan gempa hingga 6.6 magnetudo, membentang dari Pesisir Pantai Palabuhanratu menuju Nyalindung Cianjur bertemu dengan sesar lembang di Bandung Barat. Sesar Citarik yang menjadi penyebab gempa Kalapangunggal tanggl 10 Maret 2020 kemarin memiliki kekuatan magnitude 5.1 membentang dari teluk Palabuhanratu naik ke Bantargadung Warungkiara Cikidang, Kalapanunggal Kabandungan menuju Bogor melalui Gunung Salak.
BACA JUGA: Gempa Kalapanunggal Sukabumi, BMKG: Aktivitas Sesar Lokal Terkuat Selama 19 Tahun Terakhir
“Sesar lainnya yang saat ini masih dikaji adalah Cipaminggis, tahun 2017 dan 2018 silam banyak gempa terjadi di segmen ini, memanjang ke bawah dari sesar Cimandiri menuju laut Selatan Sukabumi, catatan kami kekuatan antara 4 hingga 5 magnitudo,” jelas Dr Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, kepada wartawan, Sabtu (14/3/2020)
Dengan keberadaan tiga sesar lokal ini menurut Daryono juga harus menjadi perhatian pemeritah daerah baik Kota dan Kabupaten Sukabumi, selain gempa megathrust di perairan selatan Selat Sunda yang memiliki potensi hingga 8.7 magnitudo.
BACA JUGA: Berada di Sesar Cimandiri, Kota Sukabumi Jadi Pilot Project American Red Cross dan USAID
“Secara intensitas gempa, Indonesia itu sama dengan Jepang. Kita harus belajar banyak dari jepang baik dari mitigasi struktural maupun mandiri,” sambung pria yang juga menjadi salah seorang peniliti geofisika di BMKG ini lebih jauh.
Gempa dengan intensitas dibawah 6 magnitudo juga sering terjadi di daratan Jepang namun tidak menimbulkan kerusakan dan korban. “Seharusnya kita juga bisa. Sejatinya tidak ada gempa yang membunuh atau melukai, yang membunuh dan melukai itu rumah atau bangunan yang ambruk karena tidak kuat dengan guncangan gempa,” beber Daryono.
BACA JUGA: Mengenal Cipamingkis Sesar Lainnya di Sukabumi, Tadi Pagi Gempa 2.3 Magnitudo
Masyarakat Jepang sudah bisa menikmati guncangan gempa walaupun maknitudonya antara lima da enam bahkan tujuh. Jogja di tahun 2006 ujar Daryono dengan magnitude 6.4 korban jiwa mencapai 5000 orang, 10 agustus 2019 Jepang mengalami gempa dengan kekuatan yang sama korban meninggal hanya satu orang.
“Selain bangunan tahan gempa serta tidak tinggal di kawasan rawan bencana dampak gempa seperti pesisir pantai.Masyarakat kita juga harus menguasai teknik mitigasi dasar untuk menghindari menjadi korban saat bencana tersebut terjadi.”
Masih kata Daryono, mitigasi mandiri ini adalah pengetahuan dasar sejauh mana masyarakat Indonesia memahami apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi. “Mulai dari paham posisi aman didalam rumah, apa yang harus disiapkan, keberadaan zona aman di sekitar rumah, rute evakuasi dan lainnya harus sudah dikuasai. Pertanyaannya sudahkan warga Sukabumi tahu informasi tentang hal ini,” pungkasnya.