SUKABUMIUPDATE.com - Mali (70 tahun) warga Kampung Tangkolo Muara RT 04/05, Desa Hegarmulya, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi, boleh dikatakan sudah begitu akrab dengan derasnya arus Sungai Cibuni. Dia sangat mengenal karakter sungai yang menjadi perbatasan antara Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Cianjur ini.
Pasalnya, sudah puluhan tahun, Mali menyediakan rakit untuk menyeberang. Sebelum dirinya, sejak ratusan tahuh lalu rakit sudah digunakan oleh para sesepuh dan orang tua untuk menyeberangi Sungai Cibuni.
BACA JUGA: Andalkan Rakit, Warga Desa Hegarmulya Sukabumi Mimpikan Jembatan Gantung
"Mungkin kalau penyebrangan dengan rakit sudah ratusan tahun," ujar Mali kepada sukabumiupdate.com, Jumat (13/3/2020).
Karakter sungai yang berubah dalam berbagai kondisi cuaca bukan menjadi hal yang aneh bagi mali. Setiap hari, jasa Mali dipakai warga dari Desa Hegarmulya, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi yang ingin menyeberang ke Desa Mulyasari, Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Sukabumi atau sebaliknya.
BACA JUGA: Ngeri! Jembatan Bambu jadi Tumpuan Ekonomi Warga Desa Hegarmulya Sukabumi
Adapun lokasi mangkal rakit Mali berada di Kampung Tangkolo Muara Dusun Cibitung, Desa Hegarmulya menuju Kampung Ciparang, Desa Mulyasari. Biasanya, kata Mali, yang menyeberang itu untuk menjual hasil bumi atau pertanian kemudian mengunjungi sanak keluarga hingga penjual pakaian.
Mali mengaku sudah belajar menggunakan rakit semenjak usia remaja. Adapun rakit miliknya memiliki panjang enam meter, lebar dua meter serta alat bantu berupa tali tambang sepanjang 120 meter yang diikat ke pohon membentang dari tepi sungai ke tepi sungai lainnya.
BACA JUGA: Tak Ada Jembatan Aktivitas Warga Dua Desa di Sukabumi Tergantung Rakit
"Rakit tersebut mampu mengangkut lima orang, kecuali bawa motor atau bawa barang pastinya dibatasi gimana situasi air, " tandasnya.
Ketika hujan deras atau cuaca buruk maka Mali akan mengentikan dulu rakitnya. Sebab dalam keadaan ini air sungai akan meluap. "Disaat banjir terpaksa tidak bisa menyebrang, warga yang mau nyebrang harus nunggu dulu beberapa jam," jelasnya.
Kalau masalah tarif, tidak dibandol bahkan Mali tidak pernah meminta. "Ada yang mengasih diterima, tidak pun tidak ditagih. (Biasanya) ada yang ngasih Rp5 ribu hingga Rp 20 ribu. Kalau tidak ada saya ada anak yang juga membantu menyebrangkan," pungkasnya.