SUKABUMIUPDATE.com - Hamid (48 tahun) tunanetra yang berprofesi sebagai pengumpul dan pemecah batu sungai, berusaha tetap bersyukur di tengah keterbatasan. Hamid harus terus mengumpulkan batu dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya, termasuk biaya pendidikan anaknya.
BACA JUGA: Pria Tunanetra Pikul Batu Naik Turun Lembah di Kalapanunggal Sukabumi
Rumah bilik bambu di Kampung Cikaracak RT 42/08, Desa Pulosari Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi menjadi saksi kehidupan keluarga Hamid. Di rumah 6x5 meter persegi inilah Hamid tinggal bersama Solihat (38 tahun) sang istri dan Muhammad Faisal (7 tahun) anaknya yang kini duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar (SD). Terdapat lima ruangan di rumah tersebut, dua kamar tidur, ruang keluarga sekaligus ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Tak banyak barang-barang yang masuk dalam kebutuhan sekunder di rumah ini, hanya tersusun alat-alat rumah tangga sederhana.
Bagian rumah yang ditempati keluarga Hamid, tunanetra pemecah batu asal Kampung Cikaracak RT 42/08, Desa Pulosari Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi. | Sumber Foto: CRP 3
Samping kiri rumah ini terdapat pintu yang langsung menuju bagian dapur, dari sisi itu terlihat kusam, karena terdapat tungku kayu bakar yang membuat temboknya menghitam. Di bagain depan dindingnya tidak mengunakan bilik, memakai plafon bantuan dari warga yang peduli.
BACA JUGA: Mengenal Asep Supriatna, Tunanetra Pemain Organ Tunggal dari Karawangkulon Sukabumi
Menurut Hamid dulu rumahnya berbentuk rumah panggung reyot dan hampir rubuh. Bantuanpun berdatangan salah satunya program Rutilahu yang diberikan TNI dengan nominal Rp 13 juta.
“Empat tahun lalu saya dapat bantuan dari TNI berupa material bangunan,” ujarnya saat diwawancarai sukabumiupdate.com, Kamis (15/08/2019).
BACA JUGA: Dagang Keliling Beresiko, Enceng Tunanetra Asal Cisaat Sukabumi Kini Jual Es Krim di Rumah
Saat itu, bahan bangunan tidak langsung digunakan membangun rumah, lantaran tidak punya uang ongkos pekerja. Hamid memberanikan diri meminjam uang kepada Pemerintah Desa (Pemdes) sebesar Rp 1 juta. "Untuk makan saja saya susah apalagi buat ngebangun waktu itu. Sekarang juga punya utang ke desa belum dibayar," tukasnya.
Hamid tetap berusaha untuk memenuhi seluruh kebutuhannya dari usaha pengumpul dan pemecah batu sungai yang sudah digelutinya selama 16 tahun. Hampir setiap hari, bapak satu anak ini menempuh jalur terjal untuk mengakses lokasi pengambilan batu. Sungai yang menjadi sumber batunya berada di lembah sekitar 100 meter di tempat biasa Hamid mangkal dan memecahkan batu sesuai permintaan pasar.