SUKABUMIUPDATE.com - Suprihatin (12 tahun) siswa kelas 5 SDN Curug Luhur, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi adalah anak lelaki yatim piatu. Ia tinggal di sebuah gubuk reyot peninggalan kedua orangtuanya di Kampung Nagrog RT 03 RW 03, Desa Curug, Luhur Kecamatan Sagaranten.
Suprihatin, sesuai namanya, kini hidup prihatin. Ia tinggal bersama sodara dari kakeknya Maesaroh (69 tahun).
Dari keterangan Maesaroh, Suprihatin ditinggalkan ayahnya saat masih dalam kandungan sang ibu. Di usia 3 tahun, sang Ibu, Rina, meninggal dunia karena penyakit lambung.
"Sebetulnya Suprihatin punya kakak perempuan se-ayah, namun kakaknya sudah menikah dan di bawa suaminya di Sukabumi," ujar Maesaroh ditemui sukabumiupdate.com belum lama ini.
Maesaroh mengaku hanya saudara jauh dengan Suprihatin dan mempunyai keluarga sendiri. Namun Ia sangat peduli dengan nasib Suprihatin yang memilih tinggal sendiri setelah sebelumnya sempat tinggal beberapa tahun di rumah anaknya Maesaroh.
"Dulu sempat tinggal dan dididik anak saya. Namun entah kenapa Suprihatin lebih memilih kembali ke rumahnya, makanya saya enggak tega. Ikut tinggal disini bersama Suprihatin," ungkap nenek yang akrab disapa Mae ini.
BACA JUGA: Kisah Pilu Sepasang Lansia Tinggal di Rumah Tak Layak di Cikakak Sukabumi
Mae sempat mengeluhkan kondisi psikologis Suprihatin yang menurutnya terlihat liar. Selain gadget yang entah dari siapa Ia dapatkan, rambutnya pun diwarnai.
Maesaroh yang sudah berusia lanjut tak dapat berbuat banyak dengan kondisi Suprihatin yang semakin tak bisa Ia kendalikan.
"Kalau udah main ya main terus, maen nya jauh. Itu hape juga enggak tau dapat dari siapa, katanya sih dapat beli," sambung Maesaroh.
BACA JUGA: Kisah Misih, Nenek Penjual Rempah di Sagaranten Sukabumi Kumpulkan Uang Hingga Berhasil Umroh
Sementara itu Kepala Dusun Nagrog, Ajat Sudrajat (46 tahun), menilai, Suprihatin membutuhkan bantuan pendidikan dan bimbingan perilaku.
"Saya selaku aparat desa terdekat hanya bisa memantau, kebetulan rumah saya tidak jauh dari rumahnya. Sering saya ingatkan Suprihatin untuk berhati - hati," ungkapnya.
Dari keterangan Ajat, bahwa secara biaya Suprihatin tidak terlalu kesulitan. Selama ini, sedikit banyak, ada bantuan dari tetangga dan warga lain.
"Kami berharap ada pihak yang membantu proses pendidikan yang dapat membantu masa depannya. Bagaimana pun pengawasan dan bimbingan orang tua itu sangat menentukan, kami dari pihak pemerintah desa hanya bisa sebatas memantau, kalau bisa dan ada, Suprihatin lebih baik sekolah di asrama atau panti agar lebih terkontrol, "pungkasnya.