SUKABUMIUPDATE.com - Indonesia beberapa waktu lalu sempat heboh karena kenaikan harga minyak goreng yang mencapai Rp 24.000 per liter. Dan kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain. Bahkan harga yang paling murah pun ikut melambung tinggi.
Melansir dari suara.com, di Malaysia harga minyak masak atau sebutan lain untuk minyak goreng adalah RM 27,9 atau sekitar Rp 95.100 per 5 kg.
Kendati demikian, harga ini tidak berlaku untuk seluruh wilayah negara bagian. Beberapa wilayah ada yang memiliki harga lebih tinggi hingga 28,9 RM.
Sementara itu, di Filipina minyak goreng rata-rata dihargai 103 peso Filipina atau sekitar Rp 28.900 per liter. Padahal dalam kondisi normal harga ini hanya menyentuh kurang dari 15 peso.
Di negara Thailand satu liter minyak goreng dihargai 58 bath atau sekitar Rp 25.200. Sementara di Singapura rata-rata harga minyak goreng per liter adalah 4,5 dolar Singapura atau Rp 47.000.
Terakhir situs belanja Amazon menyebutkan rata-rata 335 dolar Rp 4,6 juta per ton metrik.
Banyak warga bertanya-tanya apa yang menyebabkan harga minyak goreng meroket. Penyebab utamanya adalah lonjakan harga minyak nabati dunia dan crude palm oil (CPO).
Diketahui kini harga CPO dunia naik menjadi 1.340 dolar Amerika per ton metrik.
Kenaikan harga minyak nabati juga disebabkan oleh produksinya yang anjlok akibat pandemi Covid-19 dan invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.
Produksi minyak nabati dunia pada 2022 juga diprediksi tidak akan berbeda jauh dengan 2021 saat pandemi tidak terkendali. Padahal permintaannya akan terus bertambah.
Di Indonesia, kenaikan harga minyak juga disebabkan oleh permintaan biodiesel untuk program B30, yakni kewajiban pencampuran solar sebesar 70% dengan biodiesel sebesar 30%.
Tujuannya agar laju impor BBM semakin berkurang dan meningkatkan devisa negara. Namun, pengembangan program tersebut mengalami kendala tersendiri di mana produksi CPO turun dan berpengaruh pada ketersediaan bahan berbahan dasar minyak mentah.
Terakhir, pandemi Covid-19 juga menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus merangkak naik.
Pandemi ini salah satunya menyebabkan arus perdagangan minyak terganggu di seluruh dunia. Padahal produksi minyak goreng di Indonesia banyak tergantung dari bahan-bahan impor.
SUMBER: NADIA LUTFIANA MAWARNI/SUARA.COM