SUKABUMIUPDATE.com - Melonjaknya harga pupuk non subsidi membuat para petani di Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi mengeluh. Kondisi ini melengkapi penderitaan mereka, karena hasil panen anjlok setelah harga sayuran tidak stabil, dimana sawi caisim hanya dibeli Rp 200 per kilogram.
Salah satu petani sayuran di Kebonpedes Bubun (45 tahun) mengatakan harga pupuk yang mahal membuat para petani sayuran merugi.
"Pasokan pupuk juga kurang di kios-kios. Bahkan kalau ada harganya pun melonjak harga mahal. Karena tanaman sayuran disini tidak memakai pupuk bersubsidi akibat tidak cocok," ujarnya Minggu (7/8/2022)
Bubun menerangkan, para petani sayuran di wilayahnya itu biasa menggunakan pupuk amonium sulfat ZA dan NPK.
"Pupuk ZA ini meningkat asalnya Rp.70 ribu, naik ke Rp.100. Bahkan saking jarangnya harganya persak (50 Kg) sekarang Rp.350.000., Terus NPK biasanya persak Rp.450.000, sekarang Rp.800.000," tuturnya.
Para petani pun berharap dengan kondisi yang dialami petani mulai harga sayuran murah dan tingginya harga pupuk, meminta hadirnya pemerintah yang dialami petani saat ini. "Harapannya pemerintah hadir dalam persoalan yang dihadapi para petani. Jangan sampai petani terus merugi," harapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, drh Slamet mengatakan, pihaknya di Komisi telah melakukan sejumlah upaya untuk menjawab persoalan pupuk yang dialami para petani di daerah.
"Dari awal saya menyampaikan untuk memberikan subsidi ke petani itu jangan subsidi pupuk. Tapi subsidi pasca panen dan ini yang terus saya perjuangkan," ujarnya usai menghadiri acara Gebyar Muharam di Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi.
Slamet menuturkan sebenarnya, berapa pun harga pupuk petani itu pasti akan membelinya. Namun petani perlu jaminan hasil panen agar tidak rugi dengan modal dikeluarkanya.
"Sebenarnya bagi petani, pupuk mahal itu tidak masalah tetap dicari asalkan panen dia terbeli dengan harga di atas. Sekarang pemerintah bisa lakukan itu, kalau pun mau," kata Slamet.
Masalahnya sekarang pemerintah hanya mensubsidi pupuk, namun yang untung bukan petani melainkan distribusi yang menikmati, mulai dari distributor dan agen.
"Makanya dengan kenaikan itu justru harus jadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Apa rubah subsidinya?, tidak apa-apa pupuk mahal, tapi jamin hasil petani dengan pupuk mahal harganya tetap terjangkau dan untung. Solusinya ubah subsidi pupuk dengan subsidi pasca panen," katanya.
Baca Juga :
Pihaknya pun kata Slamet di Komisi IV mengaku sudah bosan dan capek mengingatkan soal keseriusan pemerintah untuk mengurus anggaran subsidi pupuk, karena dianggap adanya Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)
"Sudah rekomendasikan hilangkan RDKK, karena sudah tidak benar dan dananya sedikit. Ini tanggung jawab pemerintah, dengan sistem subsidi berdasarkan luasan lahan tanam setiap daerah baik kota maupun kabupaten itu selesai masalahnya," jelasnya.
Slamet memberikan analogi kepada pemerintah di daerah, dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani
"Saya kasih ilustrasi, kalau pemerintah mau mensejahterakan petani. Sukabumi saja itu ada 13 ribu ASN, kalau pemerintah yakin berpihak kepada petani, alihkan Rp 100 ribu dari ASN untuk belanjanya langsung ke petani kita. Coba kalau Rp 100 ribu dikali Rp 13 ribu, mencapai m 1,3 Triliun setiap bulan. Sehingga tidak ada lagi cerita petani di Sukabumi tidak laku dijual kenapa? ASN kita dikasih langsung dengan produk petani," bebernya
"Insyaallah bisa, sederhana sebenarnya. Panennya kan 4 bulan. Anggaplah 3 bulan sekali. Itu pasar jangan langsung masuk ke jakarta, buat pasar hortikultura, semua ditampung di situ. Sehingga harga bisa dikendalikan di sini. Kita bisa membentuk pasar di daerah, jangan orang sini mengirim, tapi sebaliknya Jakarta datang kesini dan kita yang kendalikan," sambungnya.