SUKABUMIUPDATE.com - Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menjatuhkan vonis mati bagi Hendi (57 tahun) alias Abah Heni, terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 10 bocah perempuan di Sukabumi, Jawa Barat. Awal mula kasus ini terungkap dari aduan keluarga korban pada Juli 2021. Namun aksi bejat bos cilok itu ternyata sudah dilakukan sejak 2017 lalu.
"Memang pelaku melaksanakan aksinya sudah dari 2017, namun tindakan aduan baru dilakukan tahun lalu (2021) saat ada keluarga korban yang melapor," ujar Kepala Desa Caringin Wetan, Dedi Suhendar saat dihubungi sukabumiupdate.com, Jumat (29/4/2022).
Dedi ingat betul, awal kasus mulai terungkap saat laporan datang dari salah satu keluarga korban. Dari situlah kemudian satu per satu keluarga korban lain berdatangan untuk mengadukan aksi bejat yang dilakukan Abah Heni.
Dia kemudian menggelar musyawarah yang bertempat di salah satu posyandu dengan mengumpulkan keluarga korban, Abah Heni selaku terlapor, pengurus RT RW serta warga sekitar. Awalnya, kata Dedi, dalam musyawarah itu tak ada yang berani mengungkapkan aksi bejat pengusaha cilok tersebut.
"Akhirnya musyawarah dan semua korban dipanggil. Waktu itu baru lah pihak korban berani mengatakan ini-ini. Asalnya nggak ada yang berani, kemudian ada satu ibu yang berani istilahnya mengungkapkan masalah itu jadi semua korban berani," ujarnya.
Ketika itu, Abah Heni membantah tuduhan yang dilayangkan oleh para korban. Ia menyangkal tindakan tercela yang dituduhkan kepadanya saat itu. Namun, warga kemudian menanyakan informasi kebenaran tindakan abah Heni kepada para korban langsung dengan dasar 'anak kecil tidak akan berbohong'.
"Asalnya Abah Heni mengelak, namun akhirnya ada pengakuan, masyarakat sampai emosi," ungkap Dedi.
Melihat emosi masyarakat yang memuncak, Dedi akhirnya berinisiatif menghubungi Bhabinkamtibmas yang bertugas di desanya agar pelaku segera diamankan. "Untuk mencegah tindakan main hakim sendiri," kata dia.
Setelah itu, pelaku langsung dibawa dan dilaporkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti.
Menurut Dedi, selain terus mengawal kasus ini, perangkat desa dan masyarakat ikut membantu pendampingan para korban yang sempat mengalami trauma. Diketahui para korban abah Heni adalah anak di bawah umur yang masih menginjak sekolah Dasar (SD).
"Dari perangkat desa juga terus berupaya mengawal dan memberikan pendampingan dengan menghubungi Kelompok Motekar (Motivator Ketahanan Keluarga) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) agar trauma korban bisa pulih kembali," tuturnya.
"Saya mendampingi supaya mental si anaknya jangan sampai terganggu. Supaya anak itu (korban) semangat lagi belajarnya. Waktu saya menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Cibadak para korban sudah berani ngomong apa adanya. Kalau kemarin-kemarin takut," sambungnya.
Mendengar Abah Heni atau yang lebih dikenal sebagai Bos Cilok mendapatkan vonis mati, Dedi mewakili pihak keluarga merasa senang dan menilai ini hukuman yang adil.
"Ya, mungkin itu keinginan dari keluarga korban, supaya tersangka dihukum seberat-beratnya. Adil, karena yang jadi korban masih anak-anak, masa depannya masih panjang," kata Dedi.
Sebelum vonis diputuskan PT Bandung, kata Dedi, selama proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Cibadak pihak keluarga korban mengikuti persidangan secara rutin. Mereka ingin memastikan terdakwa mendapatkan hukum yang setimpal.
"Saat dihukum 15 tahun juga para korban kembali bangkit semangatnya, kalau untuk vonis mati ini saya belum dengar kabar lagi (respons) dari para korban," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menjatuhi vonis mati kepada Abah Heni dalam sidang yang digelar pada Selasa (26/4/2022). Dalam sidang tersebut, majelis hakim yang diketuai oleh Yuli Heryati menganulir putusan 15 tahun penjara yang sebelumnya diketok hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibadak Sukabumi.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim sebagaimana kutipan amar putusan.
REPORTER: CRP 4