SUKABUMIUPDATE.com - Sumo merupakan olahraga tradisional Jepang sekaligus kesenian untuk menghibur Dewa bernama Shinto. Tidak hanya itu, Sumo juga biasa digunakan untuk beberapa upacara Agama.
Seiring perkembangan zaman, kini Sumo menjadi salah satu kategori olahraga yang diadakan secara kompetitif. Namun, nilai dasar dan filosofi utama dari Sumo itu sendiri masih sangat dipertahankan.
Nilai dan filosofi tersebut yaitu, bertarung untuk mensucikan diri dari segala dosa duniawi. Dengan tetap membawa nilai-nilai penuh penghormatan ini, Sumo saat ini menjadi semakin populer diseluruh dunia.
Dalam olahraga ini, kita bisa melihat banyak sekali budaya tradisional Jepang. Seperti kostum, tradisi peraturan kuno, hingga ikat jambul di kepala pesumo yang masih dijaga oleh masyarakat Jepang.
Sejarah Sumo
1. Sumo sebagai Olahraga
Sumo merupakan salah satu olahraga yang berasal dari Jepang. Dari bukti-bukti gambar pegulat sumo ini sudah ada sejak abad ke tiga hingga abad ke tujuh.
Sumo juga disebutkan dalam cerita mitologi juga legenda Kojiki dan Nihonshoki yang ditulis dalam buku sejarah Jepang pada abad kedelapan Masehi yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Sumai.
Sumo termasuk olahraga asli Jepang yang sudah dipertandingkan berabad-abad lamanya. Di negara tetangga Jepang, terdapat pula tradisi gulat tradisional yang hampir mirip dengan sumo, seperti Korea Selatan yang disebut ssireum dan di Monggolia disebut boke.
Beringan pergantian zaman, Sumo yang saat ini kita ketahui, sangat berbeda dengan sumo pada zaman dahulu kala. Dimana dulu, Pegulat sumo bisa bertarung hingga mati.
Pada zaman kekuasaan Oda Nobunaga abad ke-16. Sering diadakan turnamen atau pertandingan Sumo.
Dalam pertandingan yang berlangsung, bentuk dari ring sumo seperti yang saat ini kita ketahui, berasal dari zaman Oda Nobunaga dan masih terjaga keasliannya hingga saat ini.
Mawashi atau pakaian pegulat sumo, pada zaman sekarang terbuat dari sebuah kain yang bagus dan kaku.
Baca Juga :
Sedangkan pada zaman Oda Nobunaga, pegulat sumo masih menggunakan penutup tubuh bagian bawah saja yang berasal dari kain kasar yang Longgar.
Memasuki pergantian zaman dari Oda ke zaman Edo. Para pegulat sumo ketika bertanding, mereka sudah mulai menggunakan mawashi bermotif dan gagah, disebut sebagai kesho mawashi. Di zaman sekarang, kesho mawashi hanya digunakan oleh pegulat sumo pada berparade di atas dohyo pada awal pembukaan turnamen.
Gambaran dari olahraga ini adalah, dua orang pesumo yang saling dorong di dalam lingkarang, biasanya pesumo memiliki badan yang gemuk. Pesumo saling mendorong sampai salah seorang diantaranya didorong keluar dari Lingkaran atau terjatuh. Yang mana bagian badan, selain telapak kaki, menyentuh tanah di bagian lingkaran.
Rikishi atau Pesumo haruslah memiliki badan besar dan juga gemuk, hal ini karena dalam olahraga sumo semakin besar seorang pesumo, maka akan semakin besar kemungkinan dia untuk menang.
2. Sumo sebagai Kesenian dan Kebudayaan
Sumo juga dikenal sebagai kesenian sebagai hiburan untuk dewa Shinto. Saat ini, Sumo merupakan bagian dari ritual dalam agama Shinto, di beberapa kuil kepercayaan agama Shinto masih diselenggarakannya pertandingan antara pegulat sumo.
Dalam pelaksanaanya, Sumo memiliki berbagai tradisi dan upacara yang unik, seperti adanya penaburan garam suci sepanjang area pertandingan. Dipercaya pula untuk memuja Dewa Kepercayaan Shinto.
Sumo juga diadakan pada saat musim tanam padi, sebagai cara untuk berdoa supaya nantinya, mendapatkan hasil panen yang baik.
Sekira tahun 710 hingga 1192 Masehi, masa Nara dan Heian, olahraga sumo biasanya diadakan di halaman Istana dan juga ditampilkan di depan kaisar.
Bahkan, dikabarkan para samurai belajar kekuatan fisik mereka dari para pegulat sumo. Pada zaman samurai sendiri, keluarga samurai mempekerjakan Rikishi untuk itu.
Dahyo Area Sumo
Tempat atau arena yang digunakan untuk pertandingan sumo disebut dengan dahyo. Dahyo memiliki ukuran panjang 570 cm, tinggi 66cm serta diameter lingkaran 455 cm dan dibuat di atas tanah.
Arena tanding Sumo sendiri memiliki atap seperti atap yang dimiliki kuil agama Shinto, atas tersebut disebut dengan tsuriyane. Tsuriyane memiliki berat yang mencapai 6 ton.
Keempat sudut atap tersebut, tergantung jumbai – jumbai raksasa yang melambangkan empat musim di Jepang.
- Jumbai berwarna hijau yang berada di sisi timur melambangkan haru atau musim semi
- Jumbai berwarna putih yang berada di sisi barat melambangkan aki atau musim gugur
- Jumbai berwarna merah di sisi selatan yang melambangkan sebagai natsu atau musim panas
- Jumbai berwarna hitam di sisi utara yang melambangkan sebagai fuyu atau musim dingin
Saat ini, olahraga sumo profesional telah diatur oleh Asosiasi Sumo Jepang atau Nihon Sumo Kyokai. Keanggotaan organisasi terdiri dari beberapa Oyakata. Dan kesemuanya merupakan mantan-mantan dari pegulat yang sudah pensiun.
Oyakata adalah pimpinan pusat Latihan atau heya. Heya merupakan tempat bernaungnya bagi para pegulat sumo yang sudah profesional.
Beberapa aturan organisasi ditetapkan. Seperti dalam perekrutan calon anggota dan juga pelatihan pegulat sumo hanya berhak diputuskan oleh Oyakata.
Saat ini di Jepang, terdapat sekira 54 heya, yang memiliki anggota sekira 700 pegulat sumo.