SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu menggunakan mekanisme subsidi tidak optimal.
Dikutip dari tempo.co, menurut Kemendag, kebijakan tersebut malah membuat pasokan minyak di pasar modern hingga gerai retail menjadi langka.
“Kenyataannya enggak optimal. (Sebab) Ada indikasi kebocoran diekspor,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, Rabu, (3/2/2022).
Kementerian Perdagangan mengendus kebocoran pasokan terjadi karena produsen mengutamakan pasar ekspor setelah kebijakan minyak goreng satu harga diterapkan pada 19 Januari.
Karena itu, pemerintah langsung mengevaluasi kebijakan satu harga meski baru dua pekan berlangsung.
Padahal, kebijakan satu harga menggunakan mekanisme subsidi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sedianya bakal berlangsung sampai enam bulan ke depan.
Baca Juga :
Pada 27 Januari 2022, pemerintah menetapkan kebijakan anyar, yakni kewajiban domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi produsen minyak goreng.
Dengan berlakunya DMO dan DPO, eksportir memiliki kewajiban memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari total volume ekspor masing-masing.
“Artinya pasok ke dalam negeri dulu. Kalau tidak dipasok ke dalam negeri, ya sudah saya kunci ekspornya,” kata dia.
Seiring dengan penerapan kebijakan DMO dan DPO, pemerintah juga menetapkan aturan harga eceran tertinggi (HET) guna menjaga stabilitas harga minyak di Tanah Air.
Kendati kebijakan sudah berganti, Oke mengakui stok minyak masih belum terlampau terkerek.
“Sampai sekarang kok jarang (stok), ini ada apa, apakah unsur perlawanan atau kesiapan. Memang ini bukan keputusan yang bisa satu hari langsung (berjalan) seperti membalikkan tangan,” pungkasnya.
Sumber: tempo.co