SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan penyintas atau korban pergerakan tanah di Kampung Nyalindung, Desa Pasirsuren, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, belum mendapatkan kepastian soal relokasi.
Dari catatan sukabumiupdate.com, bencana di Kampung Nyalindung itu terjadi pada bulan Maret 2021 lalu. Dengan demikian, sudah setahun lebih korban pergerakan tanah itu tak dapat kejelasan.
Hingga kini, para korban pergerakan tanah ada yang ngontrak, ada pula yang masih tetap bertahan di rumah yang sudah rusak, retak-retak hingga nyaris rubuh.
Salah satunya, Enung Nuraeni (43 tahun), warga yang terpaksa mengontrak di Kampung Pasir Kolotok Desa Cikadu karena rumahnya yang berada di Kampung Nyalindung RT 03/05 Desa Pasirsuren, sudah tak layak huni. Ia mengaku sudah sudah bosan di bikin PHP alias diberi harapan palsu terkait rencana relokasi. Bahkan ia mencurahkan kekesalannya itu di media sosial Facebook.
Dalam status yang ditulisnya Selasa (20/9/2022) pagi, Enung menyinggung puncak acara kemeriahan hari jadi ke-152 Kabupaten Sukabumi pada 10 September 2022. Kemeriahan itu berbanding terbalik dengan para korban bencana yang diliputi keprihatinan.
“Hari ulang tahun Kabupaten Sukabumi begitu meriah, bahkan bapak Bupati, para pejabat datang, saya senang sekali sebagai warga Kabupaten Sukabumi. Tapi, kami miris, kami sedih, kami korban bencana," kata Enung kepada sukabumiupdate.com saat ditemui di rumahnya.
“Banyak para pejabat yang hilir mudik mungkin melewati tempat bencana kami, kami tinggal di pinggir jalan. Bisakah bapak Bupati menyempatkan ketemu dengan kami?" kata Enung.
Enung pun mengaku mewakili suara emak-emak korban pergerakan tanah yang ingin diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Selaku guru honorer, ia juga mengeluhkan dengan gaji yang tak seberapa, tapi harus menyisakan uang untuk mengontrak. Belum lagi ia menyebut suaminya saat ini sedang sakit-sakitan.
"Saya ingin menyampaikan kepada pemerintah atau bapak-bapak yang terhormat di atas sana, kapan kami akan direlokasi? jangan cuma di survey di foto, sempat ada kumpulan kita akan relokasi di mana, sampai saat ini kumpul lalu bubar, karena kami dampaknya lihat di sini sudah hancur, tidak bisa dihuni sama sekali. Kalau di judul lagu kami mau dibawa kemana,” ujar Enung.
Terpisah korban pergerakan tanah di Kampung Nyalindung lainnya, Siti Mayangsari (30 tahun) mengatakan, dua hari yang lalu rumahnya kembali retak pasca diguyur hujan deras. Saat ini, ia hanya bisa hilir mudik melihat kondisi rumahnya yang rusak. Sekarang ia memilih tinggal di rumah mertua, karena belum ada tempat tinggal hunian sementara (Huntara) seperti dijanjikan dalam rapat bersama unsur terkait dari Pemda.
"Iya roboh lagi karena kan hujan lebat kemarin dua hari yang lalu terus-terusan gak berhenti. Pas kejadian runtuh saya ngungsi di rumah orang tua, kalau lagi hujan besar saya ke rumah orang tua, kalau siang kalau panas-panas gini saya ke sini beres-beres, kalau malam saya ke rumah orang tua, takutnya ada kejadian lagi malam," ucapnya.
Ia pun mengaku kebingungan harus melapor ke mana lagi, agar ia dapat segera mempunyai hunian yang baru untuk ditempati dengan kondisi aman.
"Paling lapor ke Kadus, RT RW gitu aja, gak ngadu kemana-mana, bingung ngadu kemana atuh," ujar Siti Mayangsari, pasrah.
Dikonfirmasi terpisah, Camat Palabuhanratu, Ali Iskandar menyebut, sudah dilakukan site plan untuk relokasi warga korban pergerakan tanah di Kampung Nyalindung, namun saat ini masih menunggu penetapan SK.
"Kemarin sudah site plan, tinggal izin prinsip dan SK penetapan relokasi. Coba tanya di BPBD," katanya via WhatsApp.
Sukabumiupdate.com sudah berusaha menghubungi Kalak BPBD Kabupaten Sukabumi Wawan Godawan untuk mengkonfirmasi upaya relokasi korban pergerakan tanah tersebut. Namun, hingga kini belum mendapatkan jawaban.