SUKABUMIUPDATE.com - Pengadilan Negeri Kota Sukabumi melaksanakan sidang perdana pasangan suami istri (pasutri), terdakwa kasus penginjak Alquran, Rabu (20/7/2022). Kedua terdakwa, CER (25 tahun) dan istrinya SL (24 tahun) menjalani sidang secara virtual.
CER mengikuti sidang dari Lapas Sukabumi dan SL menjalani sidang di Polres Sukabumi Kota.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa CER (25 tahun) dan sang istri berinisial SL (24 tahun) dengan pasal UU ITE dan penodaan agama.
Kasus ini terjadi pada Mei 2022, saat itu beredar video CER yang menginjak Alquran dan menantang umat Islam. Adapun SL (24 tahun) yang mengunggah video tersebut ke media sosial. Tindakan itu dilatarbelakangi persoalan rumah tangga antara CER dan SL.
JPU dalam persidangan ini yaitu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Sukabumi Taufan Zakaria, Arif Wibowo, Herman Darmawan, dan Nur Intan.
Arif Wibowo menyatakan dalam persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan itu, JPU keberatan dengan Penasehat Hukum (PH) SL karena surat kuasa belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kedua terdakwa juga tidak dihadirkan di persidangan.
Menurut Arif, Penasehat Hukum (PH) SL belum memenuhi secara administrasi. Sebab dalam surat kuasa itu bunyinya cuman sampai status tersangka.
"Sehingga harus diperbaiki secara administrasinya," kata Arif saat ditemui sukabumiupdate.com di Kantor Kejaksaan Negri Kota Sukabumi..
Menurut Arif, Terdakwa SL akan menjalani sidang lanjutan pada Senin 25 Juli 2022 mendatang dengan agenda mendengarkan kuasa hukum apakah akan mengajukan eksepsi dakwaan atau tidak. Sementara untuk terdakwa CER akan dilakukan pada Kamis 28 Juli 2022 dengan agenda yang sama.
Adapun dakwaan yang disampaikan JPU sama dengan dakwaan penyidik di kepolisian. Keduanya didakwa pasal berlapis soal pelanggaran UU ITE dan penistaan agama.
"Untuk dakwaan ini dakwaan kumulatif, pertama Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan pasal 156A KUHP tentang penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, ancamannya 6 tahun dan 5 tahun. Sama saja sebetulnya, peran mereka kan menyebarkan," jelasnya.