SUKABUMIUPDATE.com - Niskala Institute mempublikasikan hasil penelitiannya tentang makam kuno di sekitar Tempat Pemakaman Umum atau TPU Dumuskadu di Kampung Tangkolo, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Laporan penelitian setebal 54 halaman ini dipublikasikan lewat Instagram mereka pada Senin (18/7/2022).
Niskala Institute adalah pusat studi dan dokumentasi kebudayaan, sejarah, dan peradaban nusantara yang berpusat di Bandung. Hasil penelitian yang disajikan pada Senin ini merupakan tindak lanjut dari penemuan 11 makam kuno di sekitar TPU Dumuskadu, yang telah diidentifikasi Niskala Institute saat penelitian awal mereka pada Rabu, 6 Juli 2022.
Laporan penelitian berjudul "Potensi Tinggalan Arkeologis di Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi" ini disusun lima peneliti: Muhamad Alnoza (ketua tim), Bagus Dimas Bramantio, Garin Dwiyanto Pharmasetiawan, Isa Akbarulhuda, dan Nikolas Dalle Bimo Natawiria. Alnoza adalah mahasiswa S2 Antropologi Universitas Gadjah Mada atau UGM. Sementara empat peneliti lainnya merupakan lulusan Arkeologi Universitas Indonesia atau UI.
Kesimpulan Penelitian
Kesimpulan dalam laporan penelitian ini menyebutkan, berbagai temuan yang dijumpai oleh tim peneliti, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Desa Purwasedar paling tidak telah menjadi lokasi kegiatan masyarakat masa kolonial. Rentang waktu yang dimaksud dalam hal ini sepanjang abad ke-19 hingga dengan periode paruh awal abad ke-20 Masehi.
"Potensi tinggalan arkeologis yang masih dapat dijumpai tim peneliti di Desa Purwasedar adalah Situs Pemakaman Kuno Dumusgede," tulis laporan ini. Situs Dumusgede berada pada ketinggian 64 mdpl dan memiliki empat sisi batas: utara, timur, selatan, dan barat.
Pada batas utara Situs Dumusgede, terdapat gugusan pepohonan yang terdiri dari beberapa pohon bambu pada batas utara bagian barat. Kemudian pada bagian tengah dan timur batas utara terdapat gugusan pohon pisang dan pohon bambu. Berdekatan dengan sisi utara Situs Dumusgede, membentang aliran Sungai Cibulaklak.
Pada batas timur Situs Dumusgede dipisahkan oleh semak-semak sepanjang batas timur, berbatasan langsung dengan TPU Dumuskadu. Batas selatan bagian timur adalah jalan setapak tanah. Kemudian pada batas bagian tengah terdapat semak-semak, dan bagian batas barat terdapat makam-makam baru. Pada batas barat terdapat semak-semak dan pohon yang tidak berhasil diketahui jenisnya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan melalui proses survei, dapat disimpulkan Situs Pemakaman Kuno Dumusgede merupakan pemakaman bernapaskan agama Islam dan mendapat pengaruh budaya Jawa-Mataraman. Indikasi ini muncul dari keberadaan penggunaan aksara cacarakan, sebagai bentuk pengadopsian aksara Jawa Baru ke dalam kebudayaan literasi Sunda.
Di luar dari simpulan yang disampaikan di atas, terdapat pula kesimpulan sementara yang diharapkan dapat memicu adanya diskusi dan penelitian lebih lanjut di ranah interdisipliner.
Berdasarkan temuan "Batu Kuda" di Situs Dumusgede, muncul gejala kemungkinan besar ada pengaruh budaya Sunda masa pra-Islam di Desa Purwasedar.
Hipotesis tersebut didukung latar belakang pemilihan lokasi situs yang tampak memiliki keterkaitan dengan konsep kosmologis masa pra-Islam. Namun, dugaan ini dikatakan sebagai hipotesis, karena perlu melewati proses pengujian pada penelitian lainnya dan belum bisa dijadikan acuan bagi rekonstruksi sejarah kebudayaan, baik di Desa Purwasedar secara khusus, maupun Jampang secara umum.
Metodologi Penelitian
Arkeologi secara garis besar merupakan ilmu yang "merekonstruksi" sejarah kebudayaan, melalui tinggalan-tinggalan manusia masa lampau. Paradigma pasca-prosesual dalam arkeologi secara prinsipil menetapkan bahwa kebenaran hasil kajian arkeologi akan masa lampau adalah mustahil, karena tidak ada satupun arkeolog yang pernah hidup di masa lampau.
Para arkeolog pada dasarnya hanya mengupayakan suatu proyeksi dari cara hidup manusia masa lampau, melalui empati dan imajinasi mereka yang melekat dalam kehidupan kekinian mereka. Data arkeologi di sini dianggap statis, dalam arti arkeolog bekerja untuk menafsir data yang statis itu menjadi sistem kebudayaan yang dinamis. Oleh karena itu, pada akhirnya tujuan akhir kajian arkeologi adalah menciptakan teks akan cara hidup manusia masa lampau dan bukan merekonstruksinya (Shanks & Tilley, 1992).
Cara kerja arkeologi pada masa perkembangan arkeologi tradisional dan prosesual, sering kali merujuk pada "site oriented". Artinya, mereka condong untuk meninjau kebudayaan masa lampau dalam kerangka spasial yang disebut sebagai situs. Di dalam arkeologi pasca prosesual, penelitian arkeologis sifatnya condong pada permasalahan penelitian (problem oriented). Kecondongan pada paradigma pasca-prosesual ini mengantarkan kerangka kerja arkeologi dalam empat tahapan: pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi (Sharer & Ashmore, 2003).
Terkait dengan empat kerangka kerja yang disebutkan di atas, penelitian yang dilakukan di Purwasedar secara umum juga menggunakan empat tahapan kerja yang sama. Di tahapan pengumpulan data, jenis metode yang digunakan adalah survei permukaan. Kegiatan ini dipahami sebagai upaya perekaman data arkeologis secara menyeluruh, tanpa dilakukannya proses ekskavasi (penggalian).
Proses survei permukaan di dalamnya terdiri juga kegiatan fotografi temuan permukaan, pemetaan, dan pendeskripsian secara verbal kondisi tinggalan arkeologis melalui format laporan.
Proses pengumpulan data yang dimaksud di sini dilakukan di Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, pada 6 Juli 2022. Di tahap pengolahan data kegiatan yang dilaksanakan berupa klasifikasi awal tinggalan arkeologis yang dijumpai, yang mana dalam hal ini berupa penggolongan temuan dalam kategori artefak. ckofak, fitur, situs, atau kawasan.
Proses analisis pada tahapan berikutnya dilakukan dengan menganalisis pola-pola (pattern) temuan dalam tiga dimensi benda arkeologi, yaitu dimensi bentuk (analisis temuan dalam konteks bentuk temuan), dimensi spasial (analisis temuan dalam konteks ruang penemuan), dan dimensi waktu (analisis usia temuan).
Interpretasi pada penelitian ini diterapkan dengan melakukan analogi terhadap data sejarah, dalam rangka menyusun sejarah kebudayaan di daerah setempat melalui tinggalan arkeologis.
Baca Juga :
Baca Juga :
Rekomendasi
Survei arkeologi yang dilakukan tim peneliti pada dasarnya menghasilkan suatu pemahaman bahwa Desa Purwasedar memiliki potensi tinggalan arkeologis yang khas. Potensi tersebut tentu mengantarkan pada keuntungan dan ancaman.
Demi menghindari ancaman dan memaksimalkan keuntungan dari potensi arkeologi di Desa Purwasedar, tim peneliti merumuskan beberapa rekomendasi atau langkah-langkah yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Pemerintah Desa Purwasedar bersama Kecamatan Ciracap segera melakukan koordinasi terhadap Dinas Kebudayaan Kabupaten Sukabumi, dalam rangka mengkaji dan menetapkan tinggalan-tinggalan arkeologis di Desa Purwasedar sebagai cagar budaya. Dengan demikian, tinggalan arkeologis di Desa Purwasedar dapat dilindungi oleh negara sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 11 Tahun 2010.
2. Warga desa berperan aktif dalam melestarikan tinggalan-tinggalan arkeologis di Desa Purwasedar, baik dari segi perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
3. Peneliti dari berbagai instansi dan disiplin ilmu didorong untuk melakukan kajian lebih lanjut terhadap tinggalan arkeologis di Desa Purwasedar, yang mana dalam hal ini bukan saja temuan-temuan "yang belum teridentifikasi", melainkan juga temuan yang sudah teridentifikasi seperti Situs Dumusgede.
Adapun ilmu-ilmu yang direkomendasikan untuk mengkaji tinggalan-tinggalan arkeologis di Desa Purwasedar, yakni Ilmu Sejarah, Antropologi, Filologi. Arsitektur dan lain sebagainya.
Diketahui, kompleks makam kuno di Situs Pemakaman Kuno Dumusgede, dekat TPU Dumuskadu, ini menjadi sorotan setelah diunggah salah satu warga ke media sosial pada 15 Juni 2022.