SUKABUMIUPDATE.com - Hingga akhir 2021, pandemi Covid-19 masih melanda Kota Sukabumi. Sudah 21 bulan--sejak kasus pertama 1 April 2020--wabah ini mengunci masyarakat dan muskil berharap akan hilang dalam waktu dekat. Otak-atik kebijakan pun dilakukan pemerintah agar penularan SARS-CoV-2 bisa dikendalikan.
Mengadang Gelombang Kedua
Berdasarkan grafis kurva epidemiologi yang diterima dari Dinas Kesehatan pada Jumat, 31 Desember 2021, Kota Sukabumi sempat mengalami nadir saat lonjakan infeksi kembali mulai terjadi pada pekan ketiga Mei 2021 dan mencapai puncaknya di akhir Juni. Ini menyebabkan peningkatan kasus Covid-19 yang sulit dikendalikan pada Juli 2021.
Positivity rate Covid-19 Kota Sukabumi selama tiga bulan tersebut juga mengkhawatirkan. Antara lain, Mei (19,31 persen), Juni (30,22 persen), dan Juli (34,53 persen). Positivity rate adalah perbandingan jumlah kasus positif dengan jumlah tes yang dilakukan. Jika positivity rate semakin tinggi, maka kondisi pandemi di daerah tersebut memburuk. Diketahui, badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan ambang batas minimal angka positivity rate kurang dari 5 persen.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Lulis Delawati mengakui, Juni dan Juli 2021 merupakan gelombang kedua pandemi Covid-19. Tetapi, Lulis tak bisa membuktikan gelombang kedua ini berkaitan dengan varian Delta karena saat itu tidak sempat mengirim sampel ke Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat atau ke Badan Litbangkes untuk whole genome sequencing.
"Kemungkinan begitu (berkaitan dengan varian Delta). Tapi kami tidak bisa membuktikan karena waktu itu tidak sempat kirim sampel whole genome sequencing," kata Lulis kepada sukabumiupdate.com. Whole genome sequencing merupakan upaya untuk mengetahui penyebaran mutasi virus SARS-Cov2 atau Covid-19.
Kasus di Kota Sukabumi mulai terkendali sejak Agustus, tidak lama setelah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM Darurat pada 3 Juli 2021. Ini dibuktikan dengan angka positivity rate yang menurun hingga Desember 2021: Agustus (17 persen); September (2,97); Oktober (0,61); November (0,23); dan Desember (0,12 persen).
Persentase positivity rate tersebut selaras dengan data Unit Pelaksana Teknis Pemakaman pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang atau DPUTR Kota Sukabumi, yang tidak mencatat ada pemakaman jenazah Covid-19 sejak Agustus 2021. Diketahui, sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2021, ada 225 pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang meninggal.
Selama 2021, UPT Pemakaman mencatat ada 150 jenazah muslim yang dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Taman Rohmat dan 25 jenazah non muslim di TPU Cikundul. Keduanya merupakan tempat pemakaman milik pemerintah daerah. Jumlah itu diperoleh sejak Januari hingga Juli. Artinya, tidak ada pemakaman sejak Agustus hingga Desember.
Kepala UPT Pemakaman Cecep Sudarma mengatakan ada pula jenazah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang dimakamkan tidak di dua TPU tersebut. "Kami memakamkan jenazah yang terkonfirmasi positif sesuai data yang dikeluarkan rumah sakit yang menangani jenazah tersebut," ucap Cecep lewat pesan singkat, Kamis, 30 Desember 2021.
Membentuk Herd Immunity
Dari data teranyar, total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Sukabumi periode 1 Januari hingga 31 Desember 2021 ada 7.373. Rinciannya, satu pasien isolasi mandiri, 225 meninggal dunia, dan 7.147 telah sembuh. Capaian vaksinasi pun terus digenjot demi terbentuknya herd immunity, terutama kelompok yang rentan memiliki komorbiditas.
Pasalnya, berdasarkan data Dinas Kesehatan, 162 pasien atau 72 persen kasus kematian Covid-19 di Kota Sukabumi memiliki komorbiditas atau penyakit penyerta. Diabetes menjadi penyakit dengan sumbangan kasus kematian tertinggi (50). Disusul penyakit jantung (38), hipertensi (24), gagal ginjal (23), faktor lanjut usia (14), dan penyakit lainnya.
Rumah Sakit Umum Daerah R Syamsudin SH menjadi fasilitas kesehatan dengan pasien kematian terbanyak yakni 126 kasus. Kemudian, Rumah Sakit Islam Assyifa Sukabumi 48 kasus. Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Polri 15 kasus. Rumah Sakit Umum Daerah Al-Mulk 11 kasus. Sisanya tersebar di fasilitas kesehatan lainnya.
Seperti diketahui, vaksinasi memang menjadi salah satu indikator terbentuknya herd immunity suatu daerah. Ilmuwan WHO, Dr Soumya Swaminathan mengatakan, SARS-CoV-2 atau Covid-19 adalah virus yang sangat mudah menular. Sehingga, dibutuhkan 60-70 persen dari populasi untuk memiliki kekebalan agar benar-benar memutus rantai penularan.
Baca Juga :
Hingga 30 Desember 2021, capaian vaksinasi Kota Sukabumi untuk dosis satu adalah 259.842 (96,30 persen) dan dosis kedua 163.452 (60,58 persen). Keduanya dihitung dari target total vaksinasi sebanyak 269.834 orang. Sementara dosis ketiga booster tenaga kesehatan, mencapai 2.829 atau 84,78 persen, dihitung dari target tenaga kesehatan 3.337 orang.
Dalam data yang sama, vaksinasi dosis satu lansia di Kota Sukabumi mencapai 19.136 orang (70,25 persen), dihitung dari total target lansia di sebanyak 27.241 (bagian dari target keseluruhan 269.834 orang). Di atas kertas, angka-angka tersebut menunjukkan herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap Covid-19 di Kota Sukabumi sudah terbentuk. Meski di sisi lain, selama Januari hingga 27 Desember 2021 ada 271 kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI.
Capaian vaksinasi tidak bisa dijadikan dasar tunggal terbentuknya herd immunity. Meski, CT value (cycle threshold value) dan positivity rate Kota Sukabumi juga menunjukkan bukti sudah terbentuknya kekebalan kelompok. CT value adalah banyaknya siklus yang dihasilkan dalam mencari materi genetik virus dari sampel lendir atau hasil swab pasien Covid-19.
Perlu dicatat, angka hasil CT value berbanding terbalik dengan konsentrasi genetik virus. Semakin besar angka CT value, semakin sedikit konsentrasi virus pada sampel tubuh pasien. Dengan kata lain, semakin tinggi CT value, semakin rendah kemungkinan virus menimbulkan gejala atau membahayakan tubuh dan kemungkinan risiko penularan pun semakin kecil.
Pada November 2021, rata-rata kasus Covid-19 yang ditemukan di Kota Sukabumi memiliki CT value di atas 35. Angka tersebut terbilang tinggi yang dengan kata lain virus dalam tubuh manusia berjumlah sedikit. Bisa diasumsikan, ini terjadi karena efektivitas vaksinasi. Walaupun ada variabel lain yakni terciptanya antibodi non-vaksinasi alias dari pasien yang pernah terkonfirmasi Covid-19.
Ongkos Mahal Penanganan Pandemi
Bukan hal murah, Pemerintah Kota Sukabumi telah menghabiskan anggaran Rp 21,5 miliar atau tepatnya Rp 21.591.493.012 untuk menangani pandemi Covid-19 selama 2021. Angka tersebut terbagi dalam tiga pos pengeluaran: penanganan Covid-19, dukungan vaksinasi, dan insentif tenaga kesehatan daerah dalam menangani Virus Corona.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Dini Maryani merinci realisasi anggaran sejak Januari hingga 30 Desember 2021 yang bersumber dari belanja tidak terduga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD tahun 2021. Insentif tenaga kesehatan daerah dalam penanganan Covid-19 menjadi pos terbesar yakni Rp 14.840.540.432.
- Penanganan Covid-19
Pemerintah Kota Sukabumi untuk penanganan Covid-19 selama 2021 merealisasikan anggaran Rp 378.875.500. Rinciannya, penanganan Covid-19 sebesar Rp 138.632.500. Kemudian, sarana dan prasarana khusus pelayanan Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah R Syamsudin SH senilai Rp 240.243.000.
- Dukungan Vaksinasi
Pemerintah daerah merealisasikan anggaran Rp 6.372.077.080 untuk pos ini. Rinciannya, dukungan operasional untuk pelaksanaan vaksinasi Rp 3.515.807.883; pemantauan dan penanggulangan dampak KIPI Rp 98.231.534; distribusi, pengamanan, dan penyediaan tempat penyimpanan vaksin Rp 19.935.000; serta insentif tenaga kesehatan daerah dalam rangka pelaksanaan vaksinasi Rp 2.738.102.663.
- Insentif Tenaga Kesehatan Daerah
Pemerintah Kota Sukabumi merealisasikan anggaran sebesar Rp 14.840.540.432 untuk insentif tenaga kesehatan daerah dalam penanganan Covid-19 selama 2021.