SUKABUMIUPDATE.com - Delapan buruh yang melayangkan gugatan terhadap PT Gunung Salak Sukabumi lewat kuasa hukum mereka, bisa bernapas lega. Sebab, Senin, 13 Desember 2021, Pengadilan Hubungan Industrial - Bandung mengabulkan sejumlah tuntutan mereka ihwal pemutusan hubungan kerja atau PHK sepihak.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Serikat Buruh Indonesia atau DPC GSBI Kabupaten Sukabumi Dadeng Nazarudin yang mewakili penggugat dalam perkara ini memaparkan kronologi awal kasus PHK sepihak tersebut. Lewat keterangan tertulis, Dadeng menyebut, ada delapan buruh yang mengalami PHK sepihak pada 30 Maret 2021.
Delapan buruh PT Gunung Salak Sukabumi tersebut adalah Yuni Herawati (kerja sejak 24 Mei 2016), Dasep Surizki (sejak 11 Juli 2018), Rusmiati (sejak 2 Juni 2018), Sulasih (10 Maret 2016), Mimah Halimah (24 Mei 2016), Yuliana (27 Juni 2018, Echa Sri Mulyani (18 Juli 2018), dan Rismawati (bekerja sejak 11 Februari 2013).
Kedelapan pekerja itu mengalami PHK sepihak oleh PT Gunung Salak Sukabumi, sebagai anak cabang Nobland Internasional yang berasal dari Korea Selatan dan kantor pusat Nobland Internasional beralamat di 197-15, Karak-Dong, Songpa-Gu, Seoul, 138-162 South Korea. Ini merupakan perusahaan yang memproduksi pakaian jadi.
Dadeng menjelaskan, kasus ini berawal saat para penggugat yang tak lain adalah buruh di PT Gunung Salak Sukabumi, tidak semuanya mendapatkan salinan perjajian kerja pada saat melakukan perjajian kerja. Seluruh perjanjian kerja dipegang pihak perusahaan dan sampai sekarang tidak memberikan salinan perjanjian kerja secara tertulis yang telah dibuat.
Awal Maret 2021, delapan buruh tersebut dipanggil satu per satu oleh PT Gunung Salak Sukabumi dan diberitahukan mereka telah habis masa perjanjian kerjanya pada 30 Maret 2021. Tetapi, para pekerja tidak menandatangani surat pemberitahuan tersebut.
Baca Juga :
Selanjutnya, pada 10 Maret 2021, para buruh selaku anggota GSBI melaporkan pemanggilan pemeberitahuan habis perjajian kerja oleh perusahaan ini terhadap Pimpinan Tingkat Perusahaan - Serikat Buruh Garment Textile dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia atau PTPSBGTS GSBI PT Gunung Salak Sukabumi.
"Pada 16 maret 2021, pekerja mengirimkan surat permohonan bipartit terhadap perusahaan atas persoalan rencana PHK," kata Dadeng. Pekerja dan pihak perusahaan pun akhirnya melakukan perundingan bipartit sebanyak dua kali dengan hasil yang nihil alias tetap melakukan PHK dan menolak permohonan tunjangan hari raya.
Sejak dua perundingan tersebut, Dadeng mengatakan, tidak ada lagi perundingan yang dilakukan hingga PT Gunung Salak Sukabumi secara sepihak melakukan PHK pada 30 Maret 2021, tanpa surat PHK dan tidak memberikan hak-hak para pekerja.
Tak berhenti di sana, kasus ini pun berlanjut ke pencatatan perselisihan hubungan industrial di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi. Hingga pada 5 April 2021, Disnakertrans Kabupaten Sukabumi mengeluarkan surat panggilan mediasi dengan nomor: 565/1181-HI dan Syaker. Mediasi antara pekerja dan perusahaan pun dilakukan sebanyak dua kali.
Sebab mediasi tersebut menemui jalan buntu, mediator ketenagakerjaan mengeluarkan anjuran terhadap PT Gunung Salak Sukabumi, yang intinya agar membatalkan PHK terhadap pekerja yang telah memiliki masa kerja lebih dari lima tahun sebelum adanya penetapan lembaga penyelesaian perselisihan atas pemutusan hubungan kerja dan tetap membayarkan upah pekerja tersebut selama dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Kemudian, memberikan kompensasi akibat pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang berakhir hubungan kerjanya sebagaimana perjanjian kerja yang dibuat sesuai Pasal 16 PP 35/2021 serta hak-hak lainnya yang belum gugur. Kepada pihak pekerja, agar menerima keputusan tersebut dengan mendapatkan hak-haknya sebagimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selepas dikeluarkannya anjuran itu, kuasa hukum pekerja menyatakan menerima anjuran tersebut dan mengirimkan surat jawaban dengan nomor 006 PHI/PTP/SBGTS/GSS/SKB/VI/2021 tertanggal 27 Mei 2021.
Sementara pihak PT Gunung Salak Sukabumi, kata Dadeng, pada intinya, menolak anjuran dari Disnakertrans Kabupaten Sukabumi. Alhasil, pihak pekerja melanjutkan permasalahan tersebut guna mendapat penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial Provinsi Jawa Barat di Bandung.
"Hingga dilakukan PHK sepihak tertanggal 30 Maret 2021, masa kerja buruh rata-rata telah lebih dari 3 sampai 5 tahun dan sudah beberapa kali melakukan perjanjian kerja," kata Dadeng.
Kekinian, melansir dari laman resmi Pengadilan Hubungan Industrial - Bandung dengan nomor perkara 232/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Bdg, dinyatakan hubungan kerja antara buruh dan tergugat dalam hal ini PT Gunung Salak Sukabumi demi hukum sebagai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau PKWTT, sejak terjadinya hubungan kerja
Kemudian, menyatakan PHK yang dilakukan PT Gunung Salak Sukabumi terhadap para pekerja batal demi hukum. Selanjutnya, menyatakan putus hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan sejak putusan ini dibacakan.
Pengadilan Hubungan Industrial pun menghukum perusahaan untuk membayar kompensasi secara tunai dan sekaligus kepada delapan pekerja dengan jumlah total seluruhnya Rp 320.356.613, dengan perincian kompensasi masing-masing penggugat sebagai berikut:
1. Yuni Herawati Rp 49.033.080
2. Dasep Surizki Rp 34.651.433
3. Rusmiati Rp 34.651.433
4. Sulasih Rp 49.033.288
5. Mimah Halimah Rp 49.033.080
6. Yuliana Rp 34.651.433
7. Echa Sri Mulyani Rp 34.651.433
8. Rismawati Rp 34.651.433
"Jadi hal ini sebenarnya bisa dianggap kemenangan semua buruh karena putusan tersebut bisa digunakan sebagai Yurisprudensi," kata Dadeng.