SUKABUMIUPDATE.com - Potensi gempa megathrust yang bisa memicu tsunami raksasa di selatan Jawa khususnya selat sunda, menjadi pengingat untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan mitigasi bencana, termasuk di pesisir Sukabumi Jawa Barat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung dan instansi lainnya memperkuat sinergitas. Hal ini ditegaskan Plt Kalak BPBD Kabupaten Sukabumi, Anita Mulyani usai melakukan uji coba sirine peringatan dini tsunami di Kantor Geopark Information Center (GIC), jalan raya Citepus, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu.
Pembenahan sirine ini sebagai upaya konsen terhadap kondisi saat ini dimana gempa megathrust selatan Jawa bisa terjadi di manapun termasuk perairan pesisir Sukabumi khususnya Palabuhanratu. "Iya karena seperti yang kita ketahui, isu megathrust terus didengungkan, ini sebagai kewaspadaan bahwa kita memang harus waspada," ujar Anita kepada awak media, Kamis 26(26/8/2021).
Selain itu, isu megathrust yang terus terjadi tentu membuat BPBD Kabupaten Sukabumi dan BMKG harus memperkuat koordinasi dan sinergitas. Tujuannya mitigasi untuk meminimalisir kemungkinan terburuk dampak tsunami dan gempa besar tersebut.
"Megathrust itu cepat atau lambat pasti terjadi, pada saat terjadi itulah bagaimana kita harus mewaspadainya. Ini yang masih kita juga sama-sama berpikir, mengefektifkan alat deteksi tsunami, kemudian menyusun program mitigasi bencana termasuk edukasi pada masyarakat, seperti saat kejadian mereka harus lari kemana," sambungnya.
Pesisir pantai Sukabumi menurut data BPBD, ada sejumlah wilayah yang kepadatan penduduk tinggi. Palabuhanratu, Ciracap dan Ujung Genteng, dan sejumlah kecamatan di pesisir pantai lainnya menjadi fokus upaya mitigasi dari potensi tsunami.
"Panjang pantai di Kabupaten Sukabumi itu 117 kilometer kurang lebih, dari pemodelan tsunami megathrust selatan jawa yang dilakukan para ahli dan peneliti termasuk BMKG hampir semuanya berdampak. Di beberapa kecamatan jumlah warganya lebih banyak," beber Anita.
Adapun langkah selanjutnya, BPBD berkoordinasi dengan beberapa unsur terkait menata kembali jalur evakuasi, karena ini yang sangat dibutuhkan sebagai upaya penyelamatan diri dari ancaman tsunami.
"Kita sudah ngobrol sama TNI, Polri, bagaimana saat kejadian kita menanggulangi bencananya, saya bilang kita masih kekurangan rambu-rambu peringatan, kita masih kurang tempat, dimana pada saat kejadian mereka harus lari kemana dan itu Pekerjaan Rumah (PR) yang harus saya upayakan," tandasnya.
Potensi tsunami megathrust kembali menjadi perbincangan, setelah sejumlah peneliti membuat permodelan jika bencana tersebut terjadi di selatan jawa khususnya selat sunda. Isu ini kembali viral karena menyebut tsunami tersebut tak hanya meluluhlantakan pesisir Banten, Sukabumi, dan selatan Jawa Barat, Lampung, bengkulu dan pantai barat pulau Sumatera tapi juga hingga ke Jakarta.
Dalam akun medsosnya, Kabid Mitigasi Gempabumi dan tsunami BMKG, Dr Daryono menuliskan bahwa tsunami di Selat Sunda dapat dipicu oleh erupsi gunungapi dan gempa tektonik yang bersumber di zona megathrust.
Berdasarkan catatan sejarah, tsunami akibat erupsi Gunung Krakatau pada 1883 mampu menjangkau Pantai Jakarta karena tinggi tsunami di sumbernya lebih dari 30 meter, sedangkan tsunami pada 2018 lebih kecil sehingga tidak sampai Jakarta.
Untuk mengetahui apakah tsunami akibat gempa megathrust Selat Sunda dapat mencapai Jakarta, maka diperlukan pemodelan tsunami. Pemodelan tsunami Selat Sunda akibat gempa magnitudo 8,7 yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa tsunami dapat sampai Pantai Jakarta.
Pemodelan tsunami memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena persamaan pemodelan sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan. "Beda data yang digunakan maka akan beda hasilnya, bahkan jika sumber tsunaminya digeser sedikit saja, maka hasilnya juga akan berbeda. Inilah sebabnya maka selalu ada perbedaan hasil di antara pembuat model tsunami," tulis Daryono.