SUKABUMIUPDATE.com - Kesenian tradisional angklung buncis dan gondang buhun yang masih dilestarikan di wilayah Pajampangan Sukabumi Selatan disebut warga setempat merupakan seni budaya jejak peninggalan Mbah Durak, sosok yang pertama kali membuka kawasan Ciletuh Kecamatan Ciemas tepatnya di Kampung Cikalong yang kini masuk wilayah Desa Mekarsakti.
Kesenian angklung buncis dan gondang buhun ini masih bisa ditemukan di Kecamatan Ciemas, Kecamatan Waluran, serta Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Angklung buncis sendiri adalah salah satu jenis variasi kesenian dari alat musik angklung. Istilah buncis berasal dari satu teks lagu yang terdapat dalam kesenian buncis dan memiliki lirik "cis kacang buncis nyengcle". Sehingga masyarakat saat itu menyebut kesenian ini angklung buncis.
Kesenian ini menjadi ciri khas Jawa Barat, terutama di daerah Pajampangan yang memiliki pola kehidupan agraria, karena pada awalnya angklung buncis ini digunakan sebagai salah satu pertunjukan petani untuk persembahan upacara menghormati padi (Nyi Pohaci Sanghyang Sri atau Dewi Sri) saat panen tiba. Namun seiring perkembangan zaman berubah menjadi pertunjukan hiburan.
Sementara itu Gondang Buhun merupakan salah satu jenis tradisi gondang berupa seni tetabuhan (tutunggulan). Dalam pelaksanaannya, seluruh pemain Gondang Buhun ini mayoritas perempuan 11 orang, yang bertugas sebagai pemukul lesung (gondang) dan juga merangkap sebagai juru kawih (sinden).
Instrumen yang mereka gunakan berupa alu yang tingginya mencapai 2 meter, dan lesung yang panjangnya 2,5 meter berisi dua ikat padi yang biasa disebut dua "geugeus pare". Padi tersebut kemudian ditalu sehingga suara lesung menghasilkan ritme bunyi yang teratur, diiringi dengan nyanyian para pemainnya. Biasanya tradisi Gondang Buhun ini memiliki beberapa ritual seperti ritual Nyi Pohaci Sanghyang Sri (mapag sri), ritual minta hujan, dan sebagai undangan kenduri.
"Pada hakikatnya kesenian gondang buhun dan buncis pada zaman dahulu, digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) hasil panen dari sawah atau huma ke lumbung sebagai tempat penyimpanan padi. Seni buncis sendiri digunakan saat panen tiba," kata Kepala Desa Cibenda, Adi Rizwan kepada Sukabumiupdate.com, Sabtu (26/6/2021).
Adi mengatakan, untuk melestarikan kedua kesenian tradisional tersebut, di Desa Cibenda tepatnya di Kampung Wado RT 04/06 ada grup Sintung Mekar yang berdiri sejak tahun 1975 dan terdiri dari 12 pemain yang dipimpin oleh Napudin. Sedangkan gondang buhun, berada dinaungan Sanggar Panglayungan Budaya Desa Cibenda pimpinan Ayi Wiratman. Sanggar yang menaungi kedua kesenian itu dibentuk tahun 2015 dan baru ditetapkan berbadan hukum tahun 2020.
"Kedua kesenian tradisional tersebut, sebenarnya sudah ada sejak berdirinya Desa Cibenda pada tahun 1920. Keduanya berada di bawah naungan Sanggar Panglayungan Budaya. Dan ini sangat erat hubungannya dengan Mbah Durak, orang pertama membuka wilayah Ciletuh, Kecamatan Ciemas," jelas Adi yang juga pembina sanggar.
Sebelum pandemi COVID - 19, lanjut Adi, pertunjukan kesenian angklung buncis dan gondang buhun sering diadakan. Baik secara rutin di Wisata Puncak Manik, acara pemerintahan, acara hajatan, hingga kenaikan kelas atau samenan.
"Kini belum bisa tampil, karena masih masa Pandemi. Hanya melakukan latihan saja, itupun terbatas dan tanpa penonton," pungkasnya.