SUKABUMIUPDATE.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) mendukung penarikan kembali sertifikat tanah yang pernah dibagikan oleh pemerintah di Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Lembaga ini meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR BPN melakukan eksaminasi pertanahan karena "bagi-bagi" tanah objek TORA tersebut dinilai tidak objektif.
Hal ini secara terbuka diungkap oleh SPI melalui akun media sosial. "Kami mendukung langkah Tepat ATR BPN kab.sukabumi, DPTR ,Serta Bupati kab Sukabumi Marwan Hamami untuk tetap menahan (tidak membagikan) sertifikat tersebut," tulis SPI di akun media sosialnya.
Dihubungi sukabumiupdate.com, Ketua SPI Sukabumi Rojak Daud mengatakan ada sejumlah alasan kenapa proses bagi-bagi tanah objek TORA tersebut harus dikaji ulang. "Dari tahapan awalnya juga sudah tidak benar, makanya masih menyisakan masalah di lapangan. Sertifikat ditahan itu bagian dari solusi untuk menghindari masalah," jelasnya melalui pesan singkat, Sabtu (23/1/2021).
Dari awal SPI menurut Rojak mengusulkan distribusinya lahan Eks HGU PT. Sugih Mukti itu dengan kepemilikan komunal melalui badan hukum atau koperasi petani untuk menghindari jual beli pasca redistribusi lahan.
"SPI memandang masalah eks HGU yang sedang polemik akibat sertifikat belum diberikan kepada penerimanya ini harus melalui proses Eksaminasi pertanahan. Sehingga masalah ini bisa selesai dan berkekuatan hukum," ungkap Rojak.
"Hal ini perlu dilakukan sebagai solusi untuk menjawab masalah, bukan saja soal sertifikat tetapi juga di lapangan. Karena dalam catatan SPI ada tahapan penting yang tidak tuntas yaitu verifikasi dan identifikasi Subjek dan objek yang tidak objektif," sambungnya.
BACA JUGA: Membedah Implementasi Reforma Agraria di Kabupaten Sukabumi
Eksaminasi pertanahan ini harus dilakukan untuk memastikan bahwa redistribusi lahan di eks HGU tersebut benar-benar diterima oleh yang berhak menerima sesuai aturan hukum yang ditetapkan dalam Undang-undang.
"Makanya tidak jadi masalah kalau sertifikatnya masih ditahan di BPN dan saya yakin tidak akan hilang, karena semangat perjuangan reforma agraria itu adalah memastikan keadilan kepemilikan tanah, sertifikat itu kan cuma soal administrasi. Yang penting petani bisa berkebun dengan nyaman di atas lahannya sendiri," bebernya.
Polemik penarikan kembali 1200 sertifikat tanah oleh BPN, setelah dibagikan secara simbolis oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI Sofyan Djalil dan Bupati Sukabumi Marwan Hamami dan di Pondok Modern Assalam, Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jumat tanggal 7 Februari 2020 silam, dinilai sebagai kelalaian BPN Kabupaten Sukabumi.
Ini ditegaskan oleh Ketua DPC Diaga Muda Indonesia Kabupaten Sukabumi, Dewex Sapta Anugrah. Ia menyampaikan jika BPN patuh aturan makan tidak akan terjadi polemik yang berlarut-larut ini.
"Ini merupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh pihak BPN kepada para petani, terlebih proses sertifikasi lahan objek TORA merupakan program pemerintahan Jokowi Widodo dan Hgu PT Halimun merupakan salah satu objek Tora di Kabupaten sukabumi," tegas Dewek dalam rilis yang diterima redaksi sukabumiupdate.com, Sabtu.
"Bila kita cermati bersama, bahwa proses yang terjadi hari ini merupakan lalai dan abainya pihak BPN kepada objek pokok masalah. Seharusnya BPN melakukan pendataan dengan benar agar penerima dari program pemerintah tersebut merupakan petani penggarap yang tidak bertanah. BPN melaksanakan kebijakan dengan keputusan yang tergesa-gesa dan cenderung kejar target," sambungnya.
BACA JUGA: Rakyat Miskin, Jokowi: Reforma Agraria dan Pemerataan Ekonomi
Menurut Dewex, jika melihat juknis tahapan 2019 yang lalu. Ada tahapan yang tidak dilakukan dengan baik oleh pihak BPN karena mengabaikan prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan reforma agraria, yakni prinsip keadilan, akses kepada masyarakat, prinsip sengketa, kesejahteraan dan kemakmuran, serta keberlanjutan.
DPC DMI menilai pembentukan forum oleh BPN dalam proses tersebut terkesan tidak objektif dan diduga ada upaya polarisasi. "Sepengetahuan kami di lapangan proses pengorganisiran sudah dilakukan oleh Serikat Petani Indonesia. Lembaga ini memiliki legalitas formal yang jelas yang memang bergerak dalam isu agraria. Untuk itu dengan adanya klaim sebelah pihak yang dilakukan oleh forum bentukan BPN merusak prinsip egalitarian dalam gerakan agraria."
Ini merujuk pada surat yang pernah dilayangkan oleh DPW SPI Jawa Barat tertanggal 22 Januari 2020 No 05/B/DPC-SPI/1/2020. "Alangkah baiknya BPN, Dinas pertanahan dan Tata Ruang, serta pihak legislatif yakni Komisi 1 DPRD Kabupaten Sukabumi segera melakukan evaluasi penuh atas apa yang terjadi saat ini di kecamatan warungkiara," ungkap Dewex.
"Untuk itu, DPC Diaga Muda Indonesia meminta pihak-pihak terkait melakukan evaluasi dan bertanggung jawab atas polemik penarikan sertifikat yang terjadi hari ini. Kami meminta BPN melakukan pendataan yang sebaik-baiknya, agar petani yang seharusnya mendapatkan hak atas tanah tersebut benar mendapatkan hak sebagaimana amanat konstitusi yakni UUPA Nomor 5 tahun 1960," pungkasnya.
Polemik ini muncul setelah sejumlah perwakilan petani penggarap di Warungkiara yang sertifikat TORA nya ditarik kembali oleh BPN mengaku ke Komisi 1 DPRD Kabupaten Sukabumi, Kamis lalu tanggal 21 Januari 2021.
Ingat Pesan Ibu: Wajib 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas serta aktivitas di luar rumah). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.