SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan warga Desa Gunungbatu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, mendatangi kantor kecamatan Ciracap, Selasa (3/9/2019). Kedatangan warga yang berasal dari Dusun Cigelang dan Dusun Sukatengah ini untuk mempertanyakan janji penyisihan 20 persen lahan HGU PT Asabaland di Desa Gunungbatu.
Aksi ini spontanitas dilakukan warga setelah melihat adanya pengukuran lahan HGU yang akan disisihkan kepada masyarakat. Namun ukurannya tak sesuai harapan masyarakat karena kurang dari 20 persen dari total keseluruhan lahan PT Asabaland di Desa Gunungbatu. Menurut warga pengukuran dilakukan oleh Dinas Tata Ruang.
BACA JUGA: Empat Titik Lahan HGU Bermasalah, SPI Sukabumi Minta Pemerintah Tegas
"Kami menyampaikan aspirasi ke pak Camat, karena ada ketimpangan-ketimpangan sesuai dengan permohonan (penyisihan lahan HGU PT Asabaland) yang lalu," ujar tokoh masyarakat Harjo Nata Wijaya (67 tahun).
Sebelumnya ada pertemuan antara Pemerintah Desa Gunungbatu, pihak manajemen PT Asabaland pada Kamis 10 Januari 2019 lalu. Pertemuan yang diketahui pihak kecamatan Ciracap dikabulkan penyisihan 20 persen dari luas HGU sekitar 850 hektare di wilayah Desa Gunungbatu. Namun pada kenyataannya lahan yang disisihkan untuk warga cuma 6 hektare.
BACA JUGA: Lagi, Audiensi Petani Penggarap HGU Cigebang Sukabumi Dengan PT BLA Tak Ada Hasil
Harjo mengungkapkan, pihaknya sudah dua kali bertemu dan bicara langsung dengan Bupati Sukabumi tentang persoalan ini. Bahkan bupati menjamin warga mendapatkan 20 persen dari HGU PT Asabaland. Harjo pun sempat menyampaikan kepada bupati bahwa 20 persen lahan HGU yang disisihkan dari PT Asabaland masih kurang.
"Pak sesuai dengan permohonan yang udah bapak pegang itu dari pak kades dan BPD, masih kurang pak kalau 20 persen. Kata Bupati, udah 20 persen pegang itu. Saya bilang, tapi pak ini masyarakat kan banyak tidak kebagian, kata bupati tenang kan HGU mau maju. Itu di villa, itu udah dua kali pak Bupati bilang deal pokoknya 20 persen pegang," ujar Harjo.
BACA JUGA: Petani Penggarap Eks HGU Cigebang Sukabumi Ingin Audensi dengan Bupati
Sementara itu, Camat Ciracap, Asep Mulyani, menjelaskan kedatangan warga ini untuk mempertanyakan keputusan bupati terkait rekomendasi perpanjangan lahan HGU PT Asabaland yang didalamnya ada hal tentang penyisihan lahan.
Yang jadi permasalahan, kata Asep, warga memohon penyisihan lahan HGU seluas 20 persen namun hanya diberikan 6 hektare.
"Tadinya saya akan mengamankan keputusan bupati akan tetapi karena memang masyarakat tidak bisa menerima karena terlalu jauh alasannya, dari jumlah lahan (HGU PT Asabaland) di Desa Gunungbatu kurang lebih seluas 850 hektare hanya diberikan eksisting saja yang lainnya tidak, cuma 6 hektare. Masyarakat ingin menanyakan, apakah ini permintaan camat? saya jawab tidak. Ini kan sudah diusulkan sesuai dengan prosedur," ujar Asep.
BACA JUGA: Tuntutan Petani Eks HGU Cigebang Sukabumi Tunggu Keputusan Ditjen Perkebunan
Asep mengungkapkan, bupati dalam hal ini hanya menandatangani, mungkin pengkajian teknisnya ada di Dinas Tata Ruang. Asep pun berharap surat keputusan bupati tersebut ditinjau kembali.
"Saya akan coba duduk bersama lagi dengan (Dinas) Tata Ruang dengan perkebunan (pihak PT Asabaland). Karena walaupun bagaimana ini juga tidak bisa 20 persen diacc, cuma alasan masyarakat terlalu jauh (dari yang dijanjikan 20 persen) cuma 6 hektare saja dibanding Desa Pangumbahan yang (lahan HGU) lebih sedikit (tapi) kenapa 9 hektare," pungkasnya.
BACA JUGA: Petani Eks HGU Cigebang Ontrog Kantor PT BLA di Ciracap Sukabumi
Asep mengungkapkan, pengukuran yang dilakukan dihentikan dulu sebab masyarakat masih emosi. Mengenai bupati yang sudah mendealkan 20 persen, Asep menyatakan tidak pernah tahu hal itu. Mungkin yang disampaikan Bupati adalah dalam aturan perusahaan-perusahaan perkebunan yang memperpanjangkan HGU agar bisa menyisihkan maksimal 20 persen. Tapi hal itu harus melalui pengkajian.
"Saya tidak pernah mendengar pak bupati langsung menyatakan bahwa silahkan 20 persen harus diambil, tidak. Tapi tadi kata masyarakat menyatakan pernah menyaksikan, saya tidak tahu itu. Mungkin (masyarakat) salah mendengar, ada aturan mungkin kata bupati," tukasnya.