SUKABUMIUPDATE.com - Tiga bulan lebih, Ujang Dahlan (44 tahun) menghuni pos pengungsian pergerakan tanah di Kampung Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Dahlan merupakan satu diantaranya ratusan jiwa yang menjadi korban bencana tersebut.
Pahit manis dirasakan korban pergerakan tanah selama menghuni pos pengungsian. Pengalaman pahitnya, tinggal di pengungsian tak senyaman rumah dan harus berdesak-desakan.
BACA JUGA: Camat Sebut Pengungsi Bencana Pergerakan Tanah Kertaangsana Butuh Sembako
"Ketika dulu tinggal di rumah dengan nyaman tidak kedinginan tidak berdesakan. Walaupun memang rumah saya tidak semegah rumah orang lain namun yang namanya rumah sendiri kan suka beda. Kalau diingat-ingat dari kejadian pertama yah merasa sedih cuman ketika dibikin sedih juga gak bakalan ngerubah apa yang telah terjadi. Kita pikirkan saja kedepannya untuk menghuni Hunian Sementara (Huntara) agar kami semua korban pergeseran tanah bisa nyaman dan betah tinggal di Huntara itu," ungkap Dahlan kepada sukabumiupdate.com, Rabu (24/7/2019).
Dahlan menghuni pos pengungsian bersama istrinya, Nurhayati serta kedua anaknya Muhammad Ridwan, Muhammad Fajar Fadilah (14 tahun) dan Nabila Febriani (8 tahun). Muhammad Fajar Fadilah kini duduk di bangku kelas VIII SMP sedangkan Nabila duduk di kelas III SD. Sedangkan anak pertamanya Muhammad Ridwan (21 tahun) tak tinggal di posko sebab sudah bekerja di toko.
Rumah Dahlan rusak akibat bencana tersebut. Dia pun punya keinginan untuk pindah dan membangun rumah kembali namun apa daya sebab penghasilannya sebagai buruh pasang baja ringan pas-pasan ditambah kerja pasang baja ringan tak setiap hari dilakukan. Sedangkan istrinya, Nurhayati hanya membuka warung kecil di pos pengungsian.
"Jadi ketika mau pindah dan bangun rumah lagi juga bingung uang dari mana," lirih Dahlan.
BACA JUGA: Cerita Korban Pergerakan Tanah Kertaangsana Sukabumi Mengawali Ramadan
Meskipun Kampung Gunungbatu dilanda bencana pergerakan tanah tapi Dahlan berharap bisa kembali ke kampung tersebut apabila kondisinya sudah aman.
"Saya dan juga semua warga dipengungsian ingin kembali ke rumah asal. Ketika nanti kondisi atau tekstur tanah sudah aman dan stabil saya ingin kembali lagi ke tanah asal karena saya sudah nyaman di situ. Kami semua korban bencana harus menunggu dulu selama dua tahun, ketika dalam dua tahun tanah sudah stabil itu bisa di tempatin lagi kalau belum paling kita tinggal di Huntara atau di Huntap. Bukan saya saja yang merasakan semua warga di pengungsian juga memang lebih nyaman disitu karena mungkin ada sejarah dan kenangan-kenangan tersendiri yang tidak akan pernah dilupakan," tuturnya.
BACA JUGA: Semangat Belajar Anak Paud di Tenda Pengungsian Pergerakan Tanah Kertaangsana Nyalindung
Dahlan pun berharap Hunian Tetap (Huntap) dibangun tak jauh dari rumah kampung mereka.
"Mudah-mudahan saja ketika nanti jadi untuk Hunian tetap (Huntap) bisa dibangun di lokasi yang tidak jauh dari rumah sebelumnya, semisal di depan lokasi pengungsian jadi tidak terlalu jauh juga. Walau memang di depan pos pengungsian itu tanah HGU tetapi setidaknya pihak HGU mengizinkan untuk kami korban bencana itu alangkah lebih baiknya," tandas Dahlan.