SUKABUMIUPDATE.com - Praktik pungutan liar (Pungli) rekrutmen tenaga kerja menjadi masalah yang kerap dihadapi pencari kerja (pencaker). Para pencaker ini harus mengeluarkan uang untuk modal membuat surat lamaran kerja. Setelah itu mereka mendatangi satu per satu perusahaan memasukan surat lamaran dengan harapan bisa dapat pekerjaan.
Biasanya perusahaan langsung melakukan interview atau menunggu panggilan. Praktik pungli terjadi dalam keadaan ini, biasanya ada oknum yang bersedia menerima namun meminta uang terlebih dulu keapda pencari kerja.
Dondin (23 Tahun), hampir saja menjadi korban praktik pungli. Warga Kampung Cibubuay, Desa Kalaparea, kecamatan Nagrak ini mengaku sudah dua kali melamar kerja ke perusahaan garmen namun tidak pernah diterima, lantaran harus membayar sejumlah uang. Nominalnya satu hingga dua juta.
BACA JUGA: Bupati Sukabumi: BKK Harus Jadi Jembatan Pencari Kerja dan Perusahaan
"Pernah melamar dua kali tidak diterima karena saya enggan memberikan uang, ketika salah satu oknum meminta sejumlah uang," kata Dondin kepada sukabumiupdate.com usai menghadiri pembukaan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan kerja (three in one) industri garmen, di gedung serbaguna Al Masthuriyah, Cisaat, Sukabumi, Selasa (12/3/2019).
Ia mengaku, dua kali mengajukan lamaran di perusahaan Garmen. Namun, dilokasi ada oknum yang mematok harga satu hingga dua juta agar para pencari kerja bisa diterima diperusahaan.
Untuk itu Dondin berharap praktik pungli seperti itu diberantas. Dia pun berharap pelatihan sertifikasi kompetensi dan penempatan kerja (three in one) industri garmen bisa membantu dirinya mendapatkan pekerjaan.
"Harapan saya dengan adanya pelatihan ini bisa secepatnya kerja, dan prakti pungli terhadap para pencari kerja yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab dilingkungan perusahaan agar bisa di sapu bersih," harapnya.
Adanya praktik pungli ini membuat pencari kerja malas memasukan lamaran pekerjaan. Mereka khawatir, semangat mencari kerja dipatahkan oleh oknum yang meminta uang untuk jaminan dapat bekerja.
Seperti Iwan (25 tahun), yang enggan melamar karena tidak butuh pekerjaan namun banyaknya kasus pungli perekrutan tenaga kerja membuatnya kapok. "Saya tidak pernah korban pungli, hanya kalau ngelamar kerja malasa saja. Takut dipinta uang," singkatnya.
Maka dari itu, ketika pemerintah membantunya dengan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan kerja (three in one) industri garmen ini, Iwan berharap menjembataninya untuk mendapatkan pekerjaan.