SUKABUMIUPDATE.com - Forum Komunikasi Doa Bangsa (FKDB) Sukabumi dalam satu tahun terakhir mengirim delapan orang utusan untuk mengawal rintisan usaha tempe menuju Palu, Sulawesi Tengah. Usaha tersebut berada dibawah pengawasan Rudhian Arifin, warga Kampung Gulingjawa, Desa Nagrak Utara, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, selaku pemilik usaha.
Ketua FKDB Sukabumi, Ayep Zaki menyebut, Rudhian bersama tujuh orang lainnya juga dipersiapkan untuk mengikuti pameran UMKM se-Sulawesi Tengah dalam giat Festival Pesona Palu Nomani di Pantai Palu. Namun nahas, saat mengikuti festival, tiba-tiba pantai diterjang tsunami. Enam orang warga Sukabumi yang saat itu tengah berada di sekitar stand festival UMKM ikut tersapu ombak.
"Bermula pada saat karyawan jaga stand tempe HB di Festival Palu Nomoni yang diadakan setiap tahun di sepanjang Pantai dari mulai ujung jembatan Palu 4 sampai Anjungan Nusantara yang diisi oleh para UMKM se-Sulteng. Sekitar pukul 17.00 WITA, Rudhian kembali ke rumah dari stand pameran untuk mengambil stok tempe dengan maksud menambah barang dagangan di stand pameran. Tempat dia mengambil stok dengan lokasi kejadian itu jaraknya empat kilometer dengan kontur berbukit," papar Zaki.
BACA JUGA: Terseret Tsunami di Palu, Dua Warga Sukabumi Dikabarkan Selamat
"Sampai di rumah tiba-tiba terjadi gempa. Selang beberapa saat, datang tiga orang karyawan yang jaga stand di festival, sambil nangis dan langsung tergeletak di tanah karena kaget, sakit terkena benturan dan kecapekan diterjang tsunami, jalan kaki dari lokasi kejadian ke rumah. Pak rudi ingat kalo anaknya tertinggal di stand beserta satu lagi karyawannya," sambung Zaki.
Masih kata Zaki, begitu mendengar kabar putranya yang berusia 6 tahun tertinggal di stand, Rudi kembali ke lokasi pameran yang dia lihat sudah terjadi tsunami. Rudi lantas mencari anaknya, Qurun Pamungkas dan satu orang karyawannya, Nurmansyah. Ia juga memperdengarkan kesaksian Qurun yang saat itu dihubungi langsung dari Sukabumi.
BACA JUGA: Gempa dan Tsunami di Sulteng, 6 Warga Asal Sukabumi Hilang Kontak dengan Keluarga
"Saat terjadi tsunami, saya dan Qurun lagi ada di pinggir jalan, agak jauh dari stand. Tiba-tiba air laut pasang sampai di ketinggian perutnya. Banyak pohon tumbang dan kayu yang bergelinpangan menyebabkan kaki saya terjepit pada saat mau menyelamatkan Qurun. Melihat air terus mengejar Qurun dan terus meninggi, Qurun cepat berlari sampai tepian jalan dan memilih tempat yang lebih tinggi. Saya lihat Qurun berlari di depan saya, segera melepaskan diri dari jepitan kayu," kata Nurmansyah.
Nurmansyah, kemudian bergegas membantu Qurun menuju tempat yang lebih tinggi sambil menggendong Qurun. Sekitar pukul 23.00 WITA, Nurmansyah dan Qurun sudah berhasil menyelamatkan diri di tempat bangunan yang lebih tinggi. Namun nahas, sambung Nurmansyah, bangunan tempat mereka menyelamatkan diri justru mulai retak akibat getaran gempa. Keduanya kembali mencari tempat yang lebih aman untuk menyelamatkan diri.
"Sudah ketemu tempat yang aman, kami lihat banyak orang yang tersapu ombak. Ada yang lehernya kena sayatan besi, ada yang badannya berdarah, pokoknya memilukan sekali. Sampai pagi, kami masih mencoba mencari bantuan dan tidak sempat tidur. Jam 8, saya kembali ke lokasi kejadian dan melihat banyak orang sudah ditutupi kain dan plastik. Di lokasi juga kami bertemu Pak Rudi yang saat itu sedang membuka kain penutup mayat satu per satu," pungkas Nurmansyah.