SUKABUMIUPDATE.com - Giat operasi simpatik yang dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng, di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, diprotes para petani penggarap. Petugas menebang ratusan pohon buah dalam operasi yang digelar 9-11 Mei 2018 itu.
Seperti yang diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Barat, Tantan Sutandi. Penertiban dengan cara penebangan pohon milik petani penggarap dinilai bertentangan dengan upaya melestarikan alam.
"Merusak dengan menbangi tanaman milik petani, itu bukan solusi," ujar Tantan kepada sukabumiupdate.com, Minggu (13/5/2018).
BACA JUGA: Pohon Penggarap Ditebangi, Kades Mandrajaya Sukabumi Minta Kejelasan Patok ke BBKSDA
Tantan balik mempertanyakan keseriusan BBKSDA dalam menjalankan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LH-K) Nomor 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. Menurut Tantan, aturan itu bisa menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan petani dan negara, di suatu wilayah hutan atau kawasan konservasi.
"BBKSDA wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melalui dengan luas areal dua hektar per keluarga petani," tuturnya.
SPI Jawa Barat sudah meninjau lokasi penertiban, diantaranya di Blok Legog Cadu, dan Cigadung. SPI mendapati sejumlah petani yang menyesalkan operasi penertiban tersebut.
"Banyak petani yang dirugikan, salah satunya Engkos. Dia sudah dua puluh tahun mengelola lahan seluas 2.400 meter persegi, tiga petak sawah, dan gubuk kecil tempat tinggalnya. Semuanya ditertibkan, kini dia tidak tahu harus tinggal dimana," tutur Tantan.
Sementara itu, Polisi Hutan Suaka Margasatwa Cikepuh, Iwan Setiawan menjelaskan, operasi simpatik tersebut dilakukan sesuai prosedur. Penertiban berkaitan dengan pengamanan kawasan konsevasi, terkait sudah dinobatkannya kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu sebagai Unesco Global Geopark (UGG).
"Perambahan hutan bukan hanya 10 atau 20 tahun, atas pengakuan penggarap sudah terjadi sekitar tahun 1964. Dari petugas dahulu pun sudah dilakukan penyuluhan dan sosialisasi namun tidak pernah di gubris," tutur Iwan.
BACA JUGA: PDTA Terancam, Warga Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi Protes Tebangan Pohon
BBKSDA Jawa Barat, kata Iwan, sudah melayangkan surat peringatan secara bertahap hingga tiga kali. Sebelum melakukan penertiban, BBKSDA Jawa Barat juga sudah berkoordinasi Pemkab Sukabumi serta Polisi dan TNI.
"Sebelum eksekusi, pada Senin 7 Mei kami mengundang perwakilan penggarap di Cigadung, Muspika dan Kepala Desa Mandrajaya. Untuk yang di blok Legog Cadu sebenarnya sudah aman karena dua tahun yang lalu sudah tidak digarap lagi. Itupun hasil kesepakatan bersama dengan surat pernyataan dari delapan petani," kata Iwan.
Iwan tidak mempermasalahkan jika petani ingin memperjuangkan kepemilikan lahan garapan. Ia juga menegaskan, berdasarkan peta yang ada, tidak ada lahan desa yang terkena operasi penertiban. Khusunya di Legog Cadu.
BACA JUGA: Warga Warungkiara Kabupaten Sukabumi Persoalkan Tebangan Pohon Kakija
"Hal yang wajar untuk seorang kepala desa memperjuangkan warganya. Kami pun akan legowo kalau ada bukti kepemilikan lahan tersebut, karena baik batas (patok) dan peta di lahan Blok Legog Cadu itu tidak ada lahan Desa (tanah GG)," sambung Iwan.
"Kamipun sudah memberikan kebijakan atas usulan dari kepala desa, untuk tanaman padi dan sawung yang ada di Blok Cigadung. Itu tidak kami eksekusi sampai nanti masa panen, sebenarnya warga menyadari bahwa itu adalah lahan konservasi, dan menganggap mereka sudah tertipu oleh oknum aparat jaman dulu ,"tutur Iwan.