SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Desa (kades) Caringinnunggal, Neji Junaedin menceritakan awal mula kejadian jenazah bisa dibawa pulang dari RSUD Jampangkulon, Kabupaten Sukabumi, setelah adanya jaminan STNK Ambulans milik Pemdes.
Neji menyatakan, pada Rabu 25 Agustus 2022 petang, warganya seorang wanita berusia 35 tahun asal Kampung Rancamadun RT 03/09, Desa Caringinnunggal, Kecamatan Waluran, dalam kondisi kritis. Suami wanita itu lalu datang meminta tolong kepada Neji.
Baca Juga :
Neji kemudian mengarahkan agar warganya itu segera dibawa ke RS Jampangkulon dan mendaftar sebagai pasien pengguna KIS bukan pasien umum. Bersamaan dengan itu Pemdes berupaya membuatkan KIS.
Dalam membuat KIS ini, ada beberapa syarat dan salah satunya Surat Pelayanan Rawat (SPR) dari rumah sakit. Pemdes pun menunggu surat tersebut.
“Surat Pelayanan Rawat untuk persyaratan ke Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, sehingga kami menunggu keluarga dahulu mengantarkan SPR," ujar Neji kepada sukabumiupdate.com, Jumat (26/8/2022).
Mungkin karena keluarga sibuk mengurus pasien di RS, sehingga tak sempat mengantarkan SPR. Hingga Kamis, 25 Agustus 2022 siang, belum juga ada yang mengantarkan persyaratan yang diminta.
Di hari yang sama pukul 12.00 WIB, pasien dinyatakan meninggal dunia saat menjalani perawatan di RS Jampangkulon. Pemdes kemudian menelepon keluarga pasien untuk segera mengantarkan SPR.
Neji pun menyuruh staf desa membawa mobil ambulan desa untuk menjemput jenazah almarhum di RS Jampangkulon. “Saat itupun bagian puskesos desa berangkat mengurus KIS dan ambulans berangkat ke RS,” ujar Neji.
Namun saat di RS, ternyata jenazah belum bisa dibawa pulang dengan alasan administrasi belum selesai dan harus ada jaminan.
“Setelah melakukan komunikasi dengan petugas kamar mayat dan bagian administrasi, ternyata tetap harus ada jaminan berupa nilai uang atau barang berharga atau masuk [pasien] umum, saya tawarkan STNK mereka pun awalnya menolak,” ujar Neji.
Neji memutuskan untuk minta solusi kepada anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Andri Hidayana. Tidak lama setelah itu, petugas kamar mayat menyatakan bahwa administrasi sedang diurus.
“Dan saya pun menanyakan kepada sopir ambulans bahwa [jenazah] bisa dibawa dengan jaminan STNK dan KTP suaminya. Betul adanya bahwa bagian administrasi meminta jaminan dan diberilah STNK sama KTP suaminya [pasien] dan mereka terima," ujarnya.
Jenazah pun bisa dibawa pulang. Kemudian pada Kamis petang, KIS untuk pasien itu sudah selesai.
Menurut dia, pada Kamis malam, pihak RS Jampangkulon datang ke kantor desa memberikan STNK ambulans ke petugas piket di kantor. Lalu pada Jumat pagi, Neji meminta STNK itu dikembalikan lagi ke RS Jampangkulon.
Di hari Jumat itu, pihak RS Jampangkulon juga ke rumah duka mengantarkan KTP milik suami pasien.
Neji memilih STNK ambulans yang dijadikan jaminan itu dikembalikan ke RS dengan alasan permasalahan ini harus diselesaikan di RS.
“Kami berharap permasalahan ini diselesaikan di RSUD Jampangkulon dengan undangan pihak manajemen sambil menyerahkan KIS dan mengambil STNK," pungkasnya.
Terkait hal ini, pihak RS Jampangkulon memberikan penjelasan soal kabar jenazah pasien yang ditahan karena masalah administrasi.
Humas RS Jampangkulon, Lia Desti menjelaskan manajemen memohon maaf yang sebesar-besarnya atas pemberitaan yang beredar di media. Ia menegaskan RS milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat tersebut tidak pernah menahan-nahan pasien seperti yang dikabarkan.
"Tidak seperti itu, memang ada miss komunikasi antara petugas administrasi dengan penanggungjawab pasien," ucapnya kepada sukabumiupdate.com, Kamis 25 Agustus 2022.
Lia kemudian menjelaskan bahwa pasien tersebut masuk ke RS Jampangkulon dengan status tidak mempunyai jaminan kesehatan, dan tengah diupayakan untuk mendapatkan BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Pasien meninggal dalam proses pengaktifan jaminan kesehatan yang belum selesai. Sehingga ketika mau dibawa ke ruang jenazah, butuh waktu untuk menyelesaikan administrasi," sambung Lia.
Selain itu ada banyak peralatan medis yang harus dilepas, lanjutnya. "Kami juga kami mempersiapkan administrasi seperti surat kematian. Membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Kami sudah maksimal dengan waktu yang cepat, memulangkan pasien sesuai dengan standar operasional prosedur pelayanan rumah sakit," bebernya.
Humas RS Jampangkulon ini juga membantah harus ada jaminan keluarga atau pihak yang akan membawa jenazah pulang ke rumah duka. Soal STNK ambulan desa yang dijadikan jaminan untuk membawa jenazah, lanjut Lia bukan permintaan rumah sakit.
"Jadi begini soal jaminan yang disimpan. Sebetulnya kami tidak menyarankan, ada miss komunikasi. Pegawai tidak meminta, namun karena driver ambulans pengen cepet, mereka memberikan STNK sebagai jaminan yang kemudian diterima oleh pegawai kami (RS Jampangkulon)," pungkasnya.