SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Hendrayana mengimbau kepada intansi atau individu siapapun dan dimanapun yang merasa diperas oleh orang yang mengaku wartawan, untuk tidak segan melaporkan ke kepolisian karena sudah merupakan delik pidana yang tidak dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Hal ini disampaikan Hendra saat menjadi pemateri "Literasi Media Digital Mengenai Pers Profesional Menurut UU Pers" acara Roadshow Workshop literasi Digital Jawa Barat hari kedua, Selasa (31/5/2022), di Aula Kantor Disdik Kabupaten Sukabumi, Jalan Pelabuhan II, Desa Cimanggu, Kecamatan Cikembar.
Imbauan pria murah senyum yang juga merupakan Advokat ini sekaligus menjawab beberapa keluhan soal perilaku wartawan 'abal-abal' dari para Kepala Sekolah yang menjadi peserta acara. Hendra menyampaikan, bahwa wartawan yang melakukan praktik pemerasan termasuk dalam ciri-ciri wartawan 'abal-abal' atau bodrex.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan beberapa ciri-ciri wartawan 'abal-abal', yaitu tidak paham Kode Etik Jurnalistik, tidak memiliki kartu UKW (uji kompetensi wartawan), merangkap sebagai ketua/anggota LSM, wawancaranya memaksa, menggunakan kartu pers/nama perusahaan pers yang tidak wajar dan memeras narasumber.
Fenomena wartawan 'abal-abal' selalu berkaitan dengan adanya perusahaan pers yang tidak profesional.
"Ini hal yang penting perlu kita ketahui, bagaimana cara kita membedakan pers profesional, dengan pers yang tidak profesional, atau sering disebutnya pers abal-abal," kata dia.
Hendrayana memaparkan pentingnya perusahaan pers menjadi media profesional yang berbadan hukum, serta wartawannya mengikuti uji kompetensi.
Dari data Dewan Pers, kata dia, di era Digitalisasi ini ada ribuan media online di Indonesia, tapi belum tentu bisa semua mencerminkan media profesional.
"Ini (pers abal-abal) adalah fenomena, jadi PR bersama, tidak hanya Dewan Pers. Tapi Dewan Pers saat ini terus melakukan uji kompetensi (wartawan) dan sertifikasi (perusahaan pers)," kata dia.
Hendra juga menyampaikan soal beberapa prosedur sengketa pers sesuai kode etik Jurnalistik, apabila ada intansi atau individu yang merasa nama baiknya dicemarkan atau komplen lainnya terhadap pemberitaan pers atau media yang sudah terverifikasi. Ada hak jawab, hak koreksi, hingga mengajukan banding kepada Dewan Pers.
"Upaya hukum lain, jika kita tidak puas dengan hasil penyelesaian hak sengketa dan hak jawab di Dewan Pers, ada pengadilan. Kita bisa menuntut ganti rugi di Pengadilan (Perdata) apabila benar-benar dirasa sangat mencemarkan nama baik," pungkasnya.