SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet menyayangkan soal disahkannya RUU Cipta Kerja. Sebab ia menilai, RUU kontroversial tersebut melanggar sejumlah prinsip, salah satunya terkait terancamnya kelestarian lingkungan hidup dan kedaulatan pangan.
Slamet menuturkan, kedua isu itu menjadi fokus Komisi IV DPR RI, di mana pihaknya selalu meminta kepada pemerintah (mitra komisi) agar RUU Cipta Kerja tidak keluar dari rambu-rambu UUD NRI 1945.
"Meskipun pembahasan RUU ini dilakukan di Badan Legislasi DPR bukan di komisi, namun karena isunya menyangkut dengan ranah pembahasan komisi, sehingga kewajiban kami untuk selalu mengingatkan pemerintah," kata Slamet kepada sukabumiupdate.com, Senin (5/10/2020).
BACA JUGA: RUU Cipta Kerja Mendadak Disahkan, Ada Apa dengan Pemerintah dan DPR
Legislator asal Sukabumi itu menjelaskan, RUU Cipta Kerja juga telah memformulasikan empat UU eksisting yang berkaitan dengan ketentuan World Trade Organization (WTO), hanya ke dalam satu bentuk aturan. UU itu antara lain UU perlindungan dan pemberdayaan petani, UU hortikultura, UU peternakan dan kesehatan hewan, serta UU pangan.
"Bagi kami kedaulatan pagan adalah hal yang sangat krusial, khususnya di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat Pandemi Covid-19. Sektor kepentingan dalam negeri terkait pangan tidak boleh dilemahkan, impor harus tetap dibatasi jika masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri," jelas Slamet menegaskan penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja.
"Selain itu, pembatasan impor juga akan menyelamatkan petani kecil yang selama ini sangat terpukul akibat kebijakan impor yang ugal-ugalan. RUU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan pelarangan orang perorangan atau korporasi untuk mengimpor pangan saat kondisi pangan dalam negeri masih mencukupi, begitu juga dengan sanksinya," beber Slamet menambahkan.
BACA JUGA: Gejolak dan Seruan Aksi Tolak Omnibus Law dari Serikat Buruh di Sukabumi
Slamet menilai, visi kedaulatan pangan hanya menjadi isapan jempol belaka. Tak cukup di sana, politisi senior PKS ini juga menyoroti soal penghapusan ketentuan luasan hutan minimum 30 persen.
"Memang betul saat ini tidak semua daerah proporsi hutannya ada yang sudah di bawah 30 persen, namun itu bukan menjadi alasan untuk menghilangkan batas minimum tersebut. Karena luasan itu bisa dialihkan ke ruang terbuka hijau misalnya, ucap Slamet.
"Dengan kondisi luas kawasan hutan yang terus mengalami penurunan, sudah seyogyanya pemerintah tidak menurunkan batas minimum tersebut," sambungnya.
Terakhir Slamet juga menyayangkan usulan pihaknya terkait Pasal 67 dan 68 di UU Perkebunan yang diabaikan pemerintah. Pasalnya, RUU Cipta Kerja justru menghapus Pasal 67 yang mewajibkan pelaku usaha membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
"Oleh sebab itu sudah sewajarnya draft RUU Cipta Kerja ini ditolak oleh Fraksi PKS," pungkas Slamet.