SUKABUMIUPDATE.com - Mahasiswi dari sejumlah organisasi kepemudaan di Sukabumi diajak untuk berdialog dalam seminar revitalisasi peran perempuan yang digagas oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi, Rabu (26/12/2018) di Aula Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi, Jalan Siliwangi, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.
Dalam kegiatan ini GMNI mengundang Sekjen DPP Pergerakan Sarinah, Adhi Ayoe Yanthi sebagai narasumber utama.
Ketua GMNI Cabang Sukabumi, Abdullah Masyhudi mengatakan, kegiatan ini adalah upaya GMNI untuk meningkatkan kesadaran tentang peran penting kaum perempuan dalam pembangunan, tak terkecuali di Sukabumi. Hal itu pula yang mendasari GMNI mengangkat tema revitalisasi peranan perempuan, agar kaum perempuan, terutama mahasiswi ikut andil dalam mengisi pembangunan.
"Rencana tindak lanjut dari kegiatan ini, rencananya kami dari GMNI Sukabumi akan membentuk lembaga otonom yang konsentrasi pada isu-isu perempuan. Mereka akan diberikan ruang tersendiri untuk berekspresi," ungkap Abdul.
Adhi Ayoe Yanthi memaparkan, dalam kesempatan itu ia mencoba menawarkan keberanian kepada para mahasiswi untuk menganalisis kondisi daerah dalam konteks perempuan. Salah satu contohnya tentang masih banyaknya angka pernikahan dini di Sukabumi. Belum lagi persoalan angka trafficking yang masih tinggi.
"Di dalam negara demokrasi, jika angka-angka ini masih tinggi, menunjukan bahwa tingkat peradaban kita itu rendah. Harga diri orang Sukabumi tentu akan tersinggung jika disebut peradabannya rendah. Padahal, untuk menangani itu anggarannya ada, stakeholdernya ada, aktivis mahasiswanya seabreg. Makannya perjalanan saya ke Sukabumi ini sekaligus mencari orang cerdas," ungkap Ayoe.
BACA JUGA: Soal Rotasi, GMNI Laporkan Pemkot Sukabumi ke Kemendagri dan Pemprov
Ia juga kian tertarik saat mengetahui bahwa Sukabumi memiliki sosok Dewi Sartika yang mengagas sekolah perempuan pertama, yang lebih besar daripada sekolah RA Kartini. Sukabumi adalah salah satu dari sembilan daerah cakupan jaringan sekolah Dewi Sartika.
"Tetapi akibat jawanisasi yang dilakukan orde baru, kecerdasan perempuan sunda ini enggak muncul. Seolah-olah Dewi Sartika sama seperti RA Kartini, cuma bikin sekolah di pelataran kabupatennya. Ternyata ini justru lebih terorganisir, karena bisa menyebar ke beberapa daerah lainnya. Tapi kenapa sekarang jadi seperti ini? Karena itu kita harus berani bertanya dan mencari solusi," tandas Ayoe.